Monday, December 6, 2010

(Resensi) Perahu
Kertas
Judul Buku :
Perahu
Kertas
Penulis :
Dewi “Dee”
Lestari
Penerbit :
Bentang
Pustaka, 2009
Tebal : 444 hal.
Harga : Rp.69,000,-
Peresensi: Yons Achmad
Di musim paceklik yang terus
mengendus, puji Tuhan, bersyukur
masih bisa membeli sebuah novel.
Kali ini karya Dewi “Dee” Lestari
yang berjudul Perahu Kertas. Tak
rugi saya mengeluarkan sekian
rupiah untuk bisa membaca buku
ini. Bagi saya, novel itu semacam
pelipur kepenatan dan kebosanan.
Dan, novel Dee ini, setelah saya
membaca tuntas, bisa membuat
saya tersenyum, merenung dan
tentu saja memaksa diri belajar
kembali tentang rasa kehidupan
yang sekian lama terjalani. Saya
suka novel ini.
Novel ini, bergenre populer, khas
gaya tutur anak muda perkotaan,
terutama nampak dalam dialog-
dialog di dalamnya. Begitu juga
kisah seputar kuliah, buku dan pesta
ada dalam cerita. Agak berbeda
misalnya dengan “Filosofi Kopi”
yang cenderung serius, naratif dan
jarang melibatkan kelucuan serta
kekoyolan. Entahlah, mungkin ini
semacam terobosan untuk lebih
dekat dengan pembaca. Orang
Indonesia, khususnya anak-anak
muda itu sudah bersyukur mau
membaca, tak bijak membebani
pembaca dengan hal-hal yang berat.
Mungkin, itu alasannya. Mungkin.
Jujur, diawal cerita saya agak
kebingungan dengan nama-nama
khususnya nama Kugy dan Keenan.
Nama yang asing bagi saya bahkan
sempat bingung membedakan
perempuan atau lelakikah, entahlah
mungkin saya yang diawal kurang
teliti membacanya. Selanjutnya,
banyak tokoh di dalamnya seperti
Eko, Noni, Wanda, Ojos, Pak
Wayan, Adri, Lena, Remi, Luhde,
Bimo dll. Sulit, untuk menceritakan
kembali kisah mereka. Setelah saya
timbang dan pikir, rasanya kok
fokusnya Dee ingin menonjolkan
kisah Kugy dan Keenan. Begitu yang
saya tangkap. Dari kisah keduanya,
saya membaui ada sekira tiga hal
yang ingin disampaikan Dee,
tentang Cinta, Impian dan Kejujuran.
Ini menurut bacaan saya. Maaf kalau
salah.
Cinta : Ya. Novel ini berkisah tentang
cinta yang dipendam oleh Kugy dan
Keenan. Keduanya teman satu
kampus di Bandung. Bagai langit
dan sumur. Begitu kata Dee untuk
menggambarkan keduanya. Mereka
saling mengangumi satu sama lain.
Namun, keduanya sama-sama tak
mampu untuk mengungkapkannya.
Dan, keadaanpun rupanya tak
memungkinkan.
Impian : Kugy, adalah cewek
berantakan yang ngebet pingin jadi
juru dongeng. Sementara Keenan
sangait bercita-cita menjadi seorang
seniman, seorang pelukis. Impian
tak mulus. Kugy harus melewati
hidup dengan realistis menjadi
seorang copy writer, sementara
Keenan malah harus berbalik arah
cukup dratis, bekerja mengurusi
perusahaan trading milik ayahnya.
Namun, mereka selalu yakin dengan
mimpinya. Tak ada yang lebih indah
selain keduanya saling mendukung.
Dan, begitulah Dee meramu
ceritanya dengan apik di dalamnya.
Seolah berkata “Jangan Takut
Bermimpi”
Kejujuran : Inilah akhir cerita yang
mengharu biru. Keduanya (Kugy
dan Keenan) sempat berpisah sekian
lama. Kugy, sudah punya kekasih
bernama Remi, bos di kantornya.
Sementara, Keenan juga sudah
punya kekasih gadis Bali, Luhde
namanya. Cerita begitu rumit.
Namun, akhirnya Remi sadar bahwa
hati Kugy hanya untuk Keenan,
sementara Luhde juga sama, walau
rasa cinta itu ada, hati Keenan hanya
untuk Kugy. Ini kejujuran pertama.
Kejujuran kedua, ketika Kugy dan
Keenan jujur membuka hati,
melepas ego masing-masing, jujur
keduanya saling mencintai.
Kisah yang dipenuhi gelak tawa,
kekonyolan, ke-egoan, persahabatan
dan tangis ini sungguh begitu
manusiawi. Dan, siapapun pasti
tersentuh ketika membacanya.
Wajar, Dee memang tak main-main
menggarap novel ini, butuh sekira 11
tahun mewujudkannya, dan yang
pasti ia menulis dengan hati.
Hasilnya tentu akan sampai ke hati
pula. Jika ditanya apa komentar saya
selanjutnya, dengan singkat
mungkin saya akan berkata “Novel
ini perlu diangkat ke layar lebar, itu
saja”. (yons achmad)
Link sumber: (Resensi) Perahu
Kertas

No comments:

Post a Comment

like