Monday, December 27, 2010

BISMILLAAHIRRAHMAANNIROHIIM.
Teringat akan kisah para kekasih ALLAH,yang tiada putus mencari ilmu.Khususnya ilmu tauhid,sebenarnya ilmu itu bermacam-macam,bisa membawa kita ke jalan yang lurus atau semakin membawa kita masuk ke dalam neraka/kesesatan.

Ilmu akan semakin bernilai bukan karena untuk mencari uang,melainkan pelita bagi semua yang ada disekitarnya.Mudah-mudahan kita semua dapat mengamalkan ilmu kita sebaik-baiknya.amiin.

Aku pengen memulai dari pembelajaran tentang alqur'an.Semoga ini dapat bermanfaat bagi kita semua..

Etimologi
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-
Qur ’an berasal dari bahasa Arab
yang berarti "bacaan" atau "sesuatu
yang dibaca berulang-ulang". Kata
Al-Qur ’an adalah bentuk kata benda
(masdar) dari kata kerja qara'a yang
artinya membaca. Konsep
pemakaian kata ini dapat juga
dijumpai pada salah satu surat Al-
Qur'an sendiri yakni pada ayat 17
dan 18 Surah Al-Qiyamah yang
artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan
Al-Qur’an (di dalam dadamu)
dan (menetapkan) bacaannya
(pada lidahmu) itu adalah
tanggungan Kami. (Karena itu,)
jika Kami telah membacakannya,
hendaklah kamu ikuti {amalkan}
bacaannya ”.(75:17-75:18)

Thursday, December 23, 2010

perpustakaan generasi kedua

Oleh: Agus M. Irkham
Ada anomali! Ketika pemerintah
menyatakan angka melek aksara
lebih dari 90 persen, pada saat yang
sama minat masyarakat berkunjung
ke perpustakaan masih rendah.
Berdasarkan hasil jajak pendapat
tentang minat baca yang pernah
dilakukan Kompas (14/2/2009) dari
total responden yang dicuplik secara
sistematis di beberapa kota besar
seperti Kota Semarang, Solo,
Purwokerto, dan Tegal: 75,5 persen
mengaku tidak pernah berkunjung
ke perpustakaan dalam sebulan
terakhir.
Rendahnya intensitas kunjungan ke
perpustakaan tersebut bisa menjadi
ukuran rendahnya pula tingkat
minat baca. Mengapa perpustakaan?
Karena di tempat inilah para
pendaras buku berkumpul. Mereka
pergi ke perpustakaan dengan
sengaja, bukannya iseng. Ramainya
jumlah pengujung dapat dibaca
sebagai tingginya minat baca.
Sebaliknya jika jumlah pengunjung
dan peminjam buku bisa dihitung
dengan jari, maka itu artinya minat
baca masyarakat masih rendah.
Pertanyaannya, faktor-faktor apakah
yang membuat orang enggan
datang ke perpustakaan? Benarkah
semata-mata karena memang tidak
mempunyai minat baca? Atau
karena faktor lain? Misalnya karena
akses ke lokasi yang sulit,
kenyamanan ruang baca, sikap para
staf/pustakawannya, varian layanan
yang diberikan, serta sistem sirkulasi
(meminjam dan mengembalikan)
yang tidak memudahkan.
Dari beberapa temuan di lapangan,
keengganan datang ke perpustakaan
(terutama perpustakaan daerah/milik
pemerintah) ternyata lebih banyak
disebabkan oleh sikap para staf dan
pustakawannya yang kurang
bersahabat. Rata-rata mereka
bermuka masam, jutek, saat
melayani pengunjung tidak
menunjukkan antusiasme yang
tinggi, cenderung malas-malasan,
dan sesama staf sering terlihat
menggerombol di pojok ruang—
ngrumpi. Sudah begitu ketika
ditanya tentang suatu buku yang
hendak dicari/dibutuhkan, jawaban
yang seringkali muncul: silahkan cari
sendiri!
Tentu saja sikap demikian sangat
tidak menguntungkan bagi upaya
mengkampanyekan kegemaran
membaca. Pustakawan sebagai
orang yang senantiasa berlekatan
dengan media baca, seperti buku
dan media teks lainnya justru
menampakkan diri sebagai pribadi
yang tidak menyenangkan. Sebuah
promosi negatif, jika tidak mau
disebut menggembosi ikhtiar
menggenjot minat baca
masyarakat.
Ibarat perusahaan, buku adalah
produk yang akan dijual, dan
pustakawan menjadi pemasarnya
(marketers). Dalam proses
memasarkan itu, pembawaan diri,
sikap, perilaku (attitude) para
marketers menjadi faktor kunci
yang menentukan keberhasilan.
Oleh karenanya membangun
kompetensi perilaku atau sikap
(behaviour competence) bagi tiap-
tiap pustakawan, dalam konteks
mengefektifkan perpustakaan
sebagai pusat gerai adab sekaligus
untuk menghilangkan anomali
melek aksara, menjadi sangat
penting.
Lebih-lebih di tahun-tahun
mendatang. Tahun di mana bakal
terjadi perubahan besar-besaran
menyangkut pergeseran sistem
simpan dan temu-kembali, yang
semula manual (katalog, koleksi, dan
pelayanan berbasis atom/kertas)
berubah menjadi digital, otomasi—
berbasis image, byte, sistem
komputer — library 2.0.
***
Library 2.0 (perpustakaan generasi
kedua) mensyaratkan adanya
pustakawan yang gaul, trendi,
sekaligus ahli. Gaul mempunyai
pengertian bahwa seorang
pustakawan harus lincah
berinteraksi dan berkomunikasi tidak
saja dengan pemustaka tapi juga
pihak-pihak yang berkepentingan,
berkaitan, dan berurusan dengan
perpustakaan. Atau lebih tepat
disebut sebagai pihak yang berkaitan
dengan kampanye peningkatan
budaya baca. Misalnya jurnalis,
penerbit, toko buku, penulis, klub
(pembaca) buku, komunitas literasi,
dan media massa. Baik cetak
maupun elektronik.
Ia mampu memposisikan diri
sebagai jembatan atau penghubung
atas berbagai macam bentuk
kepentingan antar stakeholders dan
shareholders budaya baca. Karena
yang sudah-sudah, misalnya
penerbit ketika ingin masuk ke
perpustakaan, taruhlah
perpustakaan daerah (kabupaten/
kota) dengan menawarkan program
pameran buku kerap menghadapi
kesulitan karena tidak ada orang
perpustakaan yang berani “pasang
badan”. Padahal dalam acara
pameran buku itu diadakan pula
acara pengiring, seperti bedah buku,
jumpa penulis, hingga pelatihan
menulis.
Namun karena respon yang
diharapkan muncul dari
perpustakaan tidak sebesar harapan
penerbit, acara yang ditawarkan
tersebut menemui kegagalan.
Selama ini kegagalan penawaran
bentuk kerjasama itu biasaanya
karena persoalan dana, dan
keterbatasan sumber daya manusia.
Padahal kalau mau ditelisik lebih
jauh, yang demikian bukanlah
sebab, tapi akibat. Akibat dari sikap
tertutup dan tidak percaya diri
terhadap tawaran kerjasama yang
diulurkan dari pihak luar/penerbit.
Maka kebutuhan seorang
pustakawan yang gaul dan
mempunyai sikap hidup dan pola
pikir yang terbuka menjadi penting.
Ia akan terus berupaya menambah
jejaring, sehingga perpustakaan bisa
benar-benar hidup, dan semakin
dicintai oleh publik pengguna atau
masyarakat pemustaka.
Sikap gaul ini juga bisa
memunculkan ikatan emosional
yang kuat antara pengunjung
dengan pustakawan. Sehingga
segala bentuk sikap dan gaya
pustakawan berada dalam satu
tarikan nafas dengan upaya untuk
memasarkan perpustakaan tempat
ia bekerja.
Gaul ini juga menyangkut
pemanfaatan teknologi. Apalagi di
jaman ini, di mana internet semakin
tumbuh dan berkembang.
Pustakawan harus menjadi orang
pertama yang tercerahkan melalui
yang ia baca. Pustakawan harus
memiliki akun sendiri di situs
jejaring sosial, menjadi bagian dari
” jamaah facebookiyah”, mejeng di
friendster, juga jika memiliki video
yang bagus, tentu yang berkaitan
dengan program budaya baca bisa
ia unggah ke youtube.
Di situs jejaring sosial tersebut
pustawakan bisa berkomunikasi
dengan pemustaka secara pribadi,
tanpa harus disertai dengan
perasaan pekewuh (sungkan)
layaknya saat bertemu di kantor. Di
situlah seorang pustakawan bisa
melampiaskan ”bakat narsis”nya.
Gaul melalui situs jejaring sosial,
bisa digunakan pustakawan untuk
menginformasikan buku-buku
terbaru koleksi perpustakaan, jadwal
acara perbukuan, hingga menjadi
cara ia ”mengedukasi” publik untuk
misalnya bagaimana melakukan
katalogisasi buku, baik secara
manual maupun elektronik
(otomasi). Termasuk misalnya
menjadi konsultan bagi keluarga
atau pribadi yang ingin mendirikan
perpustakaan keluarga, dan taman
baca.
Selain aktif di situs jejaring sosial,
seorang pustakawan 2.0 wajib
hukumnya memiliki website pribadi,
minimal blog. Di situ bisa menjadi
ajang bagi pustakawan untuk
menuliskan catatan-catatan (tidak)
penting berkaitan dengan
pekerjaannya maupun pengalaman
keseharian. Lebih baik lagi jika diisi
dengan tulisan atau content yang
spesifik. Blog dan website bisa
menjadi bukti transformasi diri yang
terjadi pada diri pustakawan, dari
yang sebelumnya hanya seorang
pembaca, bergeser menjadi
seorang penulis. Meskipun baru
menjadi penulis blog. Menulis di
blog juga menjadi cara paling baik
untuk menerapkan doktrin
manajemen modern: tulis apa Anda
dikerjakan, kerjakan apa yang Anda
tulis!
***
Pengertian trendi dalam makna
yang paling dasar adalah
menyangkut penampilan dan cara
berpakaian. Selama ini pustakawan
memakai seragam atau uniform
yang sama, yaitu lazimnya seragam
PNS (Pegawai Negeri Sipil). Sehingga
terlihat sangat resmi, menjadikan
kesan birokratisnya menjadi sangat
kental. Seorang pustakawan di
tahun-tahun semua serba ”cair”
hendaknya menggunakan
” seragam” yang tidak formal. Kalau
tidak selama sepekan penuh,
minimal seminggu sekali. Taruhlah
tiap hari sabtu.
Bentuk tampilan trendi itu misalnya
dengan memakai kaos yang
bertulisankan kata-kata penuh
motivasi yang berkaitan dengan
ajakan untuk membaca. Tidak lupa
menyematkan pin budaya baca pula
di kaos dan topi. Kalau biasanya
memakai celana kain, bisa jug
memakai celana jeans. Kesan trendi
ini akan mempersempit jarak antara
pustakawan, yang pada akhirnya
perpustakaan sebagai institusi
dengan pengunjung. Terutama
mereka anak-anak muda.
Secara tidak langsung cara demikian
juga memberikan pengertian kepada
anak-anak muda, ternyata cinta
buku tetap masih bisa
berpenampilan modis. Apalagi
sekarang era budaya pop yang
sangat luber dengan ikon-ikon
produk massa seperti kaos, topi, pin
dan aksesoris lainnya. Itu semua
bisa dipinjam ”bentuk, wujud atau
wadahnya” (context) untuk
kemudian ”isinya” (content) diubah
dengan segala sesuatu yang
berkaitan dengan upaya
mempopulerkan perpustakaan
(ajakan membaca).
Penindihan ikon budaya pop untuk
kampanye budaya baca (dan
menulis) juga bisa digunakan
sebagai pintu masuk untuk
melancarkan program kampanye
keberaksaraan fungsional. Contoh
sederhana bagi pengunjung,
khususnya anak-anak muda yang
sudah memiliki usaha pembuatan
kaos atau merchandiser atau yang
baru akan memulai bisa
menggunakan tema ”buku dan
budaya baca” sebagai salah satu
varian tema produk.
Buku dan aktivitas membaca
merupakan produk unggulan, tentu
saja cara-cara penawaran yang
dipilih pun mestinya dengan cara-
cara yang unggul pula Ini penting
karena, kesan yang muncul di
sebagian besar anak-anak muda,
khususnya para remaja,
perpustakaan, buku, identik dengan
kacamata tebal, tidak keren, tidak
gaul, tidak punya teman, terlalu
serius, dan tidak fun
(menyenangkan).
Dengan perubahan uniform para
pustakawan tersebut, apalagi disertai
pula dengan perubahan sikap atau
attitude, para pengunjung akan
semakin tertarik untuk mengenal
perpustakaan.
***
Tentu saja sikap dan cara
membawa diri (gaul dan trendi)
harus diletakkan pada dasar
penguasaan keterampilan atau
keahlian tertentu. Seorang
pustakawan harus mempunyai
keahlian yang spesifik (expert), dan
bisa mengomunikasikan keahlian
yang dimiliki tersebut. Misalnya ada
pustakawan yang sangat expert
tentang rak buku. Mulai dari model
atau pola, pilihan bahan,
penempatan, hingga anggaran yang
dibutuhkan. Nah dari keahliannya
tersebut, bisa ia gunakan untuk
menjalin relasi lebih akrab dengan
pengunjung, baik pribadi atau pun
mewakili institusi, yang hendak
membuat rak buku/setup
perpustakaan.
Keahlian yang spesifik yang dimiliki
seorang pustakawan akan
memudahkan perpustakaan dalam
membuat varian program layanan.
Salah satunya bisa dibuat klub buku
yang didasarkan pada minat-minat
tertentu. Misalnya ada pustakawan
yang ahli di bidang teknologi
informasi. Melingkupi perangkat
lunak (software) dan perangkat
keras (hardware). Sehingga ia bisa
menjadi tempat acuan bagi
pengunjung yang mempunyai
masalah dengan komputer dan
jaringan internet. Ia menjadi
penggerak utama pembentukan
klub komputer. Di setiap pertemuan
bisa digunakan untuk membedah
buku terbaru tentang komputer,
saling berbagai tips aplikasi,
termasuk pembicaraan yang
mengarah kepada bisnis, dan
sebagainya.
Selain itu, diperlukan pula
pustakawan yang pintar menulis,
dan tulisannya telah banyak
dipublikasikan media dan penerbit.
Keahlian khusus yang menjadi
merk/brand untuk masing-masing
pustakawan tersebut dapat menjadi
magnet tambahan buat
perpustakaan selain buku dan
koleksi lainnya. Sehingga ada ikatan
emosional-fungsional yang kuat
antara pustakawan dengan
pemustaka.
Pustakawan yang mahir menulis
bisa menggagas klub menulis. Klub
tersebut diikuti oleh pemustaka yang
tertarik dan berniat belajar menulis.
Yang memfasilitasi sekaligus jadi
mentor adalah pustakawan yang
pandai menulis. Jika tidak pandai,
minimal ia mempunyai jejaring ke
penulis mapan. Sehingga penulis
mapan tersebut bisa dihadirkan di
forum klub menulis.
Selain klub menulis bisa saja
misalnya menelurkan program
Klinik Baca Tulis (KBT). Program ini
merupakan peniruan persis atas
Posyandu atau Poliklinik yang
memberikan pelayanan kesehatan
fisik kepada masyarakat luas. Hanya
saja, karena KBT, tentu
pelayanannya tidak ditujukan kepada
masalah fisik (sakit), tapi sakit yang
berupa problem-problem membaca
dan menulis yang mungkin, melilit
mereka. Pasiennya adalah mereka
yang ingin belajar membaca dan
menulis, sedangkan dokternya
adalah para penulis. Pelayanan
diberikan secara cuma-cuma alias
gratis.
Tujuan utama penggagasan KBT,
pertama, adalah untuk
mengoptimalkan peranan
perpustakaan sebagai penggerak
utama (prime mover) menuju
masyarakat berkesadaran membaca
dan menulis. Sebagai salah satu
kegiatan yang dapat membawa
masyarakat pada pencapaian
peradaban yang tinggi. Kedua, ingin
menampung keluhan dan
semacamnya berkaitan dengan
buku, membaca, dan menulis.
KBT bersedia menjadi keranjang
sampah atau wadah apapun yang
bermanfaat bagi masyarakat yang
ingin meningkatkan kemampuan
membaca dan menulisnya. Karena
sungguh tidak mudah seseorang
yang ingin bertanya soal buku yang
baik dan menarik, dan juga soal
kegiatan membaca dan menulis
yang menyenangkan, menemukan
orang yang tepat untuk melayani
keinginan bertanya itu.
Ketiga, KBT ingin membuat dan
melontarkan isu ke tengah
masyarakat tentang pentingnya
membaca dan menulis (buku).
Merangsang tumbuhnya potensi
membaca dan menulis di tengah
masyarakat luas. Klinik ini mencoba
memangkas kendala-kendala yang
mengerangkeng seseorang untuk
memunculkan potensi membaca
dan menulis.
Konsepsi dan tujuan KBT di atas
sebagian besar merupakan
penulisan ulang, dengan sedikit
modifikasi, atas rumusan Hernowo
yang tertulis dalam buku Main-Main
dengan Teks Sembari Mengasah
Potensi Kecerdasan Emosi (Kaifa,
2004).
Poin pentingnya, keahlian tersebut
bukan malah membuat seorang
pustakawan menjadi ”tidak
tersentuh” tapi justru dengan
keahlian khusus yang ia miliki itu
bisa menjadi alat untuk sok kenal
sok dekat dengan para pemustaka.
Sampai di sini, muncul kesadaran
baru: perpustakaan sebagai institusi
garda terdepan penggerak
kampanye budaya baca dan tulis
harus mencari formulasi yang tepat
untuk ”menjual” kompetensi yang
tiap-tiap pustakawan miliki.
Maka dari itu, syarat pengangkatan
seorang pustakawan haruslah
disertai dengan prasyarat
kompetensi dasar atau keahlian
khusus yang dikuasi. Kalau belum
ahli, perpustakaan harus
menciptakan mekanisme yang
sifatnya built in (misalnya melalui
kebijakan sertifikasi pustakawan)
agar para pustakawan yang
mempunyai minat di bidang-bidang
tertentu itu bisa punya kesempatan
belajar lagi untuk semakin
mengasah kompetensinya.
Seorang pustakawan generasi kedua
juga harus mempunyai jiwa
kewirausahaan. Yaitu kemampuan
kreatif dan inovatif yang dijadikan
dasar, kiat dan sumberdaya untuk
mencari peluang menuju sukses
institusi. Kreatifitas adalah
kemampuan mengembangkan ide
dan cara-cara baru dalam
memecahkan masalah dan
menemukan peluang. Inovasi
adalah kemampuan menerapkan
kreativitas dalam rangka
memecahkan masalah dan
menemukan peluang.
Menurut Purbayu Budi Santosa
(2004) performa kreatif dan inovatif
hanya dilakukan oleh orang-orang
yang memiliki jiwa, sikap dan
perilaku kewirausahaan, dengan ciri-
ciri: Pertama, penuh percaya diri,
indikatornya penuh keyakinan,
optimis, berkomitmen, disiplin
bertanggungjawab. Kedua, memiliki
inisiatif, indikatornya adalah penuh
energi, cekatan dalam bertindak dan
aktif. Ketiga, memiliki motif
berprestasi, indikatornya terdiri atas
orientasi pada hasil dan wawasan ke
depan. Keempat memiliki jiwa
kepemimpinan, indikatornya adalah
berani tampil beda, dapat dipercaya,
dan tangguh dalam bertindak. Dan
yang kelima, berani mengambil
resiko dengan penuh perhitungan,
oleh karena itu menyukai tantangan.
Saat meluncurkan Toko Buku
Gramedia di Grand Indonesia,
Jakarta (19/12/2008), Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menyatakan
bahwa bangsa yang maju pasti
memiliki masyarakat yang maju
pula. Masyarakat yang maju
ditopang oleh masyarakat yang
gemar membaca buku. Reading
society menjadi prasyarat utama
menuju advance society. Salah satu
sarana penting membentuk reading
society adalah perpustakaan.
Kaitannya dengan pernyataan
Presiden SBY tersebut dalam
bayangan saya, andai tiap
pustakawan terutama mereka yang
bertugas di perpustakaan milik
pemerintah mempunyai kompetensi
sikap dan skill berupa gaul, trendi,
ahli, sekaligus memiliki jiwa
kewirausahaan, maka tujuan besar:
advance society akan benar-benar
segera terwujud.
***
Gaul, trendi, ahli. Tiga lema itu pula
yang menjadi salah satu isi dari
buku The Art of Library ini. Sejauh
amatan saya, harus diakui jumlah
literatur atau bacaan yang memuat
perkembangan dunia literasi
(keberaksaraan), khususnya tentang
perpustakaan masih sangat sedikit.
Dari yang sedikit itu pun, sebagian
besar ditulis oleh orang yang justru
tidak berkecimpung secara intens
dan langsung di dunia pusdokinfo
(kepustakawanan).
Nah, pada titik itulah, kehadiran buku
ini menjadi penting. Tidak saja
menambah jumlah bacaan yang
masih sedikit itu, tapi lantaran ditulis
oleh sosok yang telah bertahun-
tahun bergelut di bidang arsip,
dokumentasi, dan perpustakaan.
Karena ditulis oleh seorang praktisi,
tentu saja ide dan inspirasi yang
muncul di buku ini bersumber dari
pengalaman di lapangan. Oleh
karenanya, tawaran-tawaran
perbaikan dan wacana yang
digulirkan pun sangat realistis.
Selain berbicara tentang kualifikasi
yang harus dimiliki seorang
pustakawan, serta perkembangan
dunia baca tulis kaitannya dengan
keberadaan perpustakaan, secara
khusus, Endang Fatmawati, penulis
buku ini, menyoroti perkembangan
praksis pengelolaan perpustakaan di
perguruan tinggi. Yang demikian
wajar, mengingat sosok
pustakawan berprestasi nasional ini
dalam kesehariannya bekerja di
perpustakaan perguruan tinggi
(Fakultas Ekonomi, Universitas
Diponegoro, Semarang).
Pendek kata ini, buku ini merupakan
sebuah buku referensi penting dunia
literasi yang patut dibaca dan
dikoleksi. Buku referensi yang
memberikan pijakan pengetahuan
(kognisi), afeksi, dan simulasi seni
mengelola library.
Judul Buku: The Art of Library–Ikatan
Esai Bergizi tentang Seni Mengelola
Perpustakaan
Penulis: Endang Fatmawati, S.S.,
S.Sos., M.Si (Pustakawan Perguruan
Tinggi Berprestasi II (DIKTI) 2009
Kata Pengantar: Harkrisyati Kamil
(Presiden Ikatan Sarjana Ilmu
Perpustakaan dan Informasi
Indonesia – ISIPII)
Penerbit: BP UNDIP, Semarang
Tebal Buku: xxii + 315 Halaman
Cetakan Pertama: November 2010

Monday, December 20, 2010

Masalah Klasik Profesi Pustakawan : Catatan dari Rakerpus XVI 2010

Bicara
tentang
masalah
di
bidang
perpustakaan
di
Indonesia
terlihat
sangat
banyak,
dari
masalah
adanya
organisasi-
organisasi
perpustakaan yang sudah di danai
besar tapi bekerjanya sangat buruk
sampai kepada masalah-masalah
yang lain misalnya minim anggaran,
penggunaan anggaran perpustakaan
yang asal dan tidak tepat sasaran,
banyaknya SDM pustakawan yang
rendah, banyaknya ahli-ahli bidang
perpustakaan yang lebih suka
berkoar-koar tentang teori tapi
minim aksi dan masih banyak lagi
masalah yang lain. Tapi melihat
berjuta masalah tersebut
pustakawan dan orang-orang yang
merasa peduli untuk terus
memajukan perpustakaan di
Indonesia tidak boleh putus asa dan
berhenti. Masalah-masalah yang ada
tersebut harus terus kita upayakan
dan kita pecahkan secara bersama-
sama tentunya dengan aksi nyata
dan tidak hanya sebatas teori
semata. Berikut ini merupakan salah
satu artikel terkait masalah klasik di
profesi pustakawan yang ditulis oleh
Dra Ahyati Rahayu, Kepala
Perpustakaan Unissula, Semarang
yang dikutip langsung dari
SuaraMerdeka.com
BUKU adalah jendela dunia, kuasai
dunia dengan membaca, atau tiada
hari tanpa membaca, merupakan
sebagian dari slogan yang
digunakan perpustakaan. Itu untuk
memerankan diri sebagai salah satu
lembaga yang berperan dalam
perkembangan dan kemajuan
pendidikan.
Namun sebagai bagian dari
instrumen pendidikan yang juga
bertanggung jawab secara
kelembagaan dan moral dalam
mencerdaskan bangsa, sampai hari
ini tampaknya perpustakaan beserta
tenaga pelaksana, yakni
pustakawan, belumlah populer.
Masih ada masalah klasik yang jadi
bahan perbincangan di kalangan
pustakawan dari waktu ke waktu,
yakn profesi pustakawan selalu
berkesan kalah dari profesi lain,
seperti dokter, hakim, dan dosen.
Perpustakaan masih dipandang
hanya sebagai tempat menyimpan
buku yang sewaktu-waktu boleh
dipinjam. Pustakawan pun masih
berada dalam kondisi belum
proaktif. Itu, misalnya, tercermin
dari kalimat, “Ada pengunjung
syukur, tidak ada pengunjung ya
nganggur….”
Apalagi dalam praktik, banyak
sumber daya manusia atau
karyawan di lembaga pendidikan
yang dianggap kurang berprestasi,
dimutasikan ke perpustakaan. Atau
terkadang sebelum menjalani masa
pensiun, seseorang ditempatkan di
perpustakaan.
Karena itu, tantangan bagi
perpustakaan sekarang ini adalah
melakukan sinergi dengan lembaga
lain untuk memerankan fungsi
perpustakaan secara maksimal.
Berkait dengan hal itu, dalam
Keputusan Menpan Nomor 18
Tahun1988 tentang Jabatan
Fungsional Pustakawan dan Angka
Kreditnya, yang disempurnakan
dengan Keputusan Menpan Nomor
132/KEP/M.PAN/12/2002, diikuti
Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
dan Daerah Kabupaten/Kota,
dinyatakan perpustakaan adalah
urusan yang “wajib”, tidak boleh
diabaikan.
Dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dilanjutkan
dengan PP Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional
Pendidikan, Undang-undang Nomor
43 Tahun 2007 tentang
Perpustakaan, secara tegas
dinyatakan berlaku universal bahwa
perpustakaan dikehendaki sebagai
“institusi pengelola koleksi, karya
tulis, karya cetak, dan /atau karya
rekam secara profesional dengan
sistem yang baku untuk memenuhi
kebutuhan pendidikan, penelitian,
pelestarian, informasi, dan rekreasi
para pemustaka”.
Pemberdayaan Dengan berbagai
peraturan itu, seharusnya
perpustakaan dapat berperan aktif
untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan kompetensi tenaga
perpustakaan yang andal pula.
Dalam Undang-undang Nomor 43
Tahun 2007 disebutkan
“Pustakawan yaitu seseorang yang
memiliki kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan dan/atau
pelatihan kepustakawanan serta
mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk melaksanakan
pengelolaan dan pelayanan
perpustakaan”.
Dari Rakerpus XVI dan Seminar
Ilmiah Nasional di Mataram, Nusa
Tenggara Barat, 8-10 November
lalu, saya mencatat beberapa poin
penting. Misalnya, Deputi Bidang
Pengembangan Sumber Daya
Perpustakaan Perpustakaan
Nasional/Ketua Umum PP Ikatan
Pustakawan Indonesia, Supriyanto,
menyebutkan perkembangan
teknologi dan informasi saat ini
membuat pustakawan dituntut
memiliki keahlian khusus.
Perlu komitmen lewat kompetensi
yang tinggi, mampu menjaring,
menyaring, mengakses,
mengeksplorasi, mengklarifikasi,
mengkaji informasi, dan meneliti,
yang bermuara pada upaya
mempermudah “temu kembali”
informasi yang diperlukan dan
memenuhi harapan pemakai.
Bahkan pustakawan mampu
membangun dan mengembangkan
masyarakat cerdas dalam peran dan
fungsi perpustakaan dan
memajukan profesinya,
meningkatkan kompetensi, karier,
dan wawasan kepustakawanan.
Berdasar hal itu, tak pada tempatnya
profesi pustakawan dipandang
sekadar sampingan atau “buangan”.
Sebab, pustakawan membangun
kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan dan pelatihan
kepustakawanan serta mempunyai
tugas dan tanggung jawab untuk
melaksanakan pengelolaan dan
pelayanan perpustakaan.
Jadi ada nilai tugas yang mulia
karena mengemban tanggung
jawab untuk memberikan pelayanan
ke pemustaka, mengembangkan
minat baca, serta memberdayakan
koleksi perpustakaan.

perpustakaan desa cerdaskan bangsa

baik dan buruk sangat dipengaruhi
oleh pimpinan dan pejabat terkait.
Hal ini juga berlaku di bidang
perpustakaan. Sangat sulit misalnya
seorang pustakawan di sebuah
sekolah memiliki antusias yang luar
biasa bagus untuk memajukan
perpustakaan sekolah tapi ketika
pihak kepala sekolah tidak
mendukung, maka berani dipastikan
perpustakaan sekolah tersebut tidak
akan diberikan dana yang maksimal
untuk memajukan perpustakaan
sekolah tersebut.
Selain di sekolah, nasib
perpustakaan desa juga sama. Tidak
akan mungkin berdiri sebuah
perpustakaan desa jika kepala
desanya sama sekali tidak memiliki
ide atau membuat kebijakan untuk
membangun sebuah perpustakaan
desa. Padahal perpustakaan desa
memiliki peran yang sangat strategis
dan penting untuk menopang dan
menunjang Sumber Daya Manusia
(SDM) masyarakat di sebuah desa.
Mari kita mengandai-andai (karena
untuk melihat fakta sangat sulit jadi
yah mengandai-andai saja dulu
), seandainya di setiap desa di
negeri ini memiliki perpustakaan
desa. Kemudian di setiap
perpustakaan desa disediakan
koleksi buku-buku yang terkait
dengan profesi masyarakat
setempat, tentunya itu akan sangat
membantu. Misalnya saja jika di
desa tersebut ada petani, nelayan,
peternak, dan berbagai profesi yang
lain kemudian masing-masing
masyarakat mau belajar dengan
media perpustakaan desa, maka
sangat mungkin mereka akan
menjadi lebih maju dalam
mengelola pertanian, peternakan,
perikanan dan lain-lain. Terlebih jika
disediakan akses internet gratis di
perpustakaan tersebut, semakin
sempurnalah SDM dan wawasan
dari masyarakat tersebut.
Jangan dianggap apa yang kita
angan-angankan diatas hanyalah
mimpi semata dan tidak mungkin
terwujud, hal ini karena sudah ada
seorang kepala desa di daerah
Desa Jayagiri, Kec. Lembang
Bandung Barat Jawa Barat ada
seorang kepala desa bernama
Cece Wahyudin telah membangun
perpustakaan desa sejak Februari
2007 yang lalu. Semoga saja apa
ang sudah dilakukan oleh beliau bisa
diikuti oleh kepala desa yang lain
diseluruh penjuru negeri ini. Berikut
saya kutipkan tentang perpustakaan
desa yang dibuat oleh
Cece Wahyudin dari
klik-galamedia.com

Friday, December 17, 2010

perpus uu,part 14 / 15

BAB XIV
KETENTUAN SANKSI
Pasal 52
(1) Semua lembaga penyelenggara
perpustakaan yang tidak
melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 22 ayat (2),
Pasal 23, dan Pasal 24 dikenai sanksi
administratif.
(2) Pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 53
Semua peraturan perundang-
undangan yang diperlukan untuk
melaksanakan Undang-Undang ini
harus diselesaikan paling lambat 2
(dua) tahun terhitung sejak
berlakunya undang-undang ini.
Pasal 54
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di
Jakarta
pada tanggal
1 November
2007
PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA,
DR. H.
SUSILO
BAMBANG
YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 November 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

perpus uu,part 13

BAB XIII
PEMBUDAYAAN KEGEMARAN
MEMBACA
Pasal 48
(1) Pembudayaan kegemaran membaca
dilakukan melalui keluarga, satuan
pendidikan, dan masyarakat.
(2) Pembudayaan kegemaran membaca
pada keluarga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) difasilitasi
oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah melalui buku murah dan
berkualitas.
(3) Pembudayaan kegemaran membaca
pada satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan
mengembangkan dan
memanfaatkan perpustakaan
sebagai proses pembelajaran.
(4) Pembudayaan kegemaran membaca
pada masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui penyediaan sarana
perpustakaan di tempat-tempat
umum yang mudah dijangkau,
murah, dan bermutu.
Pasal 49
Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat mendorong
tumbuhnya taman bacaan
masyarakat dan rumah baca untuk
menunjang pembudayaan
kegemaran membaca.
Pasal 50
Pemerintah dan pemerintah daerah
memfasilitasi dan mendorong
pembudayaan kegemaran
membaca sebagaimana diatur
dalam Pasal 48 ayat (2) sampai
dengan ayat (4) dengan
menyediakan bahan bacaan
bermutu, murah, dan terjangkau
serta menyediakan sarana dan
prasarana perpustakaan yang
mudah diakses.
Pasal 51
(1) Pembudayaan kegemaran membaca
dilakukan melalui gerakan nasional
gemar membaca.
(2) Gerakan nasional gemar membaca
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah dengan
melibatkan seluruh masyarakat.
(3) Satuan pendidikan membina
pembudayaan kegemaran
membaca peserta didik dengan
memanfaatkan perpustakaan.
(4) Perpustakaan wajib mendukung dan
memasyarakatkan gerakan nasional
gemar membaca melalui
penyediaan karya tulis, karya cetak,
dan karya rekam.
(5) Untuk mewujudkan pembudayaan
kegemaran membaca sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
perpustakaan bekerja sama dengan
pemangku kepentingan.
(6) Pemerintah dan pemerintah daerah
memberikan penghargaan kepada
masyarakat yang berhasil
melakukan gerakan pembudayaan
gemar membaca.
(7) Ketentuan mengenai pemberian
penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

perpus uu,part 12

BAB XII
DEWAN PERPUSTAKAAN
Pasal 44
(1) Presiden menetapkan Dewan
Perpustakaan Nasional atas usul
Menteri dengan memperhatikan
masukan dari Kepala Perpustakaan
Nasional.
(2) Gubernur menetapkan Dewan
Perpustakaan Provinsi atas usul
kepala perpustakaan provinsi.
(3) Dewan Perpustakaan Nasional
bertanggung jawab kepada Presiden
dan Dewan Perpustakaan Provinsi
bertanggung jawab kepada
gubernur.
(4) Dewan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) berjumlah 15
(lima belas) orang yang berasal dari:
a. 3 (tiga) orang unsur pemerintah;
b. 2 (dua) orang wakil organisasi
profesi pustakawan;
c. 2 (dua) orang unsur pemustaka;
d. 2 (dua) orang akademisi;
e. 1 (satu) orang wakil organisasi
penulis;
f. 1 (satu) orang sastrawan;
g. 1 (satu) orang wakil organisasi
penerbit;
h. 1 (satu) orang wakil organisasi
perekam;
i. 1 (satu) orang wakil organisasi
toko buku; dan
j. 1 (satu) orang tokoh pers.
(5) Dewan perpustakaan dipimpin oleh
seorang ketua dibantu oleh seorang
sekretaris yang dipilih dari dan oleh
anggota dewan perpustakaan.
(6) Dewan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) bertugas:
a. memberikan pertimbangan, nasihat,
dan saran bagi perumusan
kebijakan dalam bidang
perpustakaan;
b. menampung dan menyampaikan
aspirasi masyarakat terhadap
penyelenggaraan perpustakaan; dan
c. melakukan pengawasan dan
penjaminan mutu layanan
perpustakaan.
Pasal 45
(1) Dewan Perpustakaan Nasional dalam
melaksanakan tugas dibiayai oleh
anggaran pendapatan dan belanja
negara.
(2) Dewan Perpustakaan Provinsi dalam
melaksanakan tugas dibiayai oleh
anggaran pendapatan dan belanja
daerah.
Pasal 46
Dewan perpustakaan dapat menjalin
kerja sama dengan perpustakaan
pada tingkat daerah, nasional, dan
internasional untuk melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (6).
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai
susunan organisasi dan tata kerja,
tata cara pengangkatan anggota,
serta pemilihan pimpinan dewan
perpustakaan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

perpus uu,part 11

BAB XI
KERJA SAMA DAN PERAN SERTA
MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Kerja Sama
Pasal 42
(1) Perpustakaan melakukan kerja sama
dengan berbagai pihak untuk
meningkatkan layanan kepada
pemustaka.
(2) Peningkatan layanan kepada
pemustaka sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertujuan untuk
meningkatkan jumlah pemustaka
yang dapat dilayani dan
meningkatkan mutu layanan
perpustakaan.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan peningkatan
layanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan dengan
memanfaatkan sistem jejaring
perpustakaan yang berbasis
teknologi informasi dan komunikasi.
Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat
Pasal 43
Masyarakat berperan serta dalam
pembentukan, penyelenggaraan,
pengelolaan, pengembangan, dan
pengawasan perpustakaan.

perpus uu,part 9 / 10

BAB IX
SARANA DAN PRASARANA
Pasal 38
(1) Setiap penyelenggara perpustakaan
menyediakan sarana dan prasarana
sesuai dengan standar nasional
perpustakaan.
(2) Sarana dan prasarana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dimanfaatkan dan dikembangkan
sesuai dengan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi.
BAB X
PENDANAAN
Pasal 39
(1) Pendanaan perpustakaan menjadi
tanggung jawab penyelenggara
perpustakaan.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah
mengalokasikan anggaran
perpustakaan dalam anggaran
pendapatan dan belanja negara
(APBN) dan anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD).
Pasal 40
(1) Pendanaan perpustakaan didasarkan
pada prinsip kecukupan dan
berkelanjutan.
(2) Pendanaan perpustakaan
bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran
pendapatan dan belanja daerah;
b. sebagian anggaran pendidikan;
c. sumbangan masyarakat yang
tidak mengikat;
d. kerja sama yang saling
menguntungkan;
e. bantuan luar negeri yang tidak
mengikat;
f. hasil usaha jasa perpustakaan;
dan/atau
g. sumber lain yang sah
berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 41
Pengelolaan dana perpustakaan
dilakukan secara efisien, berkeadilan,
terbuka, terukur, dan bertanggung
jawab.

perpus uu,part 8

BAB VIII
TENAGA PERPUSTAKAAN,
PENDIDIKAN, DAN
ORGANISASI PROFESI
Bagian Kesatu
Tenaga Perpustakaan
Pasal 29
(1) Tenaga perpustakaan terdiri atas
pustakawan dan tenaga teknis
perpustakaan.
(2) Pustakawan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi
kualifikasi sesuai dengan standar
nasional perpustakaan.
(3) Tugas tenaga teknis perpustakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dirangkap oleh pustakawan
sesuai dengan kondisi perpustakaan
yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tugas, tanggung
jawab, pengangkatan, pembinaan,
promosi, pemindahan tugas, dan
pemberhentian tenaga perpustakaan
yang berstatus pegawai negeri sipil
dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai tugas, tanggung
jawab, pengangkatan, pembinaan,
promosi, pemindahan tugas, dan
pemberhentian tenaga perpustakaan
yang berstatus nonpegawai negeri
sipil dilakukan sesuai dengan
peraturan yang ditetapkan oleh
penyelenggara perpustakaan yang
bersangkutan.
Pasal 30
Perpustakaan Nasional,
perpustakaan umum Pemerintah,
perpustakaan umum provinsi,
perpustakaan umum kabupaten/
kota, dan perpustakaan perguruan
tinggi dipimpin oleh pustakawan
atau oleh tenaga ahli dalam bidang
perpustakaan.
Pasal 31
Tenaga perpustakaan berhak atas:
a. penghasilan di atas kebutuhan hidup
minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial;
b. pembinaan karier sesuai dengan
tuntutan pengembangan kualitas;
dan
c. kesempatan untuk menggunakan
sarana, prasarana, dan fasilitas
perpustakaan untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas.
Pasal 32
Tenaga perpustakaan berkewajiban:
a. memberikan layanan prima
terhadap pemustaka;
b. menciptakan suasana
perpustakaan yang kondusif; dan
c. memberikan keteladanan dan
menjaga nama baik lembaga dan
kedudukannya sesuai dengan tugas
dan tanggung jawabnya.
Bagian Kedua
Pendidikan
Pasal 33
(1) Pendidikan untuk pembinaan dan
pengembangan tenaga
perpustakaan merupakan tanggung
jawab penyelenggara perpustakaan.
(2) Pendidikan untuk pembinaan dan
pengembangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui pendidikan formal dan/atau
nonformal.
(3) Pendidikan untuk pembinaan dan
pengembangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
melalui kerja sama Perpustakaan
Nasional, perpustakaan umum
provinsi, dan/atau perpustakaan
umum kabupaten/kota dengan
organisasi profesi, atau dengan
lembaga pendidikan dan pelatihan.
Bagian Ketiga
Organisasi Profesi
Pasal 34
(1) Pustakawan membentuk
organisasi profesi.
(2) Organisasi profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi
untuk memajukan dan memberi
pelindungan profesi kepada
pustakawan.
(3) Setiap pustakawan menjadi
anggota organisasi profesi.
(4) Pembinaan dan pengembangan
organisasi profesi pustakawan
difasilitasi oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
Pasal 35
Organisasi profesi pustakawan
mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan melaksanakan
anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga;
b. menetapkan dan menegakkan
kode etik pustakawan;
c. memberi pelindungan hukum
kepada pustakawan; dan
d. menjalin kerja sama dengan asosiasi
pustakawan pada tingkat daerah,
nasional, dan internasional.
Pasal 36
(1) Kode etik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 huruf b berupa
norma atau aturan yang harus
dipatuhi oleh setiap pustakawan
untuk menjaga kehormatan,
martabat, citra, dan profesionalitas.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memuat secara spesifik
sanksi pelanggaran kode etik dan
mekanisme penegakan kode etik.
Pasal 37
(1) Penegakan kode etik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2)
dilaksanakan oleh Majelis
Kehormatan Pustakawan yang
dibentuk oleh organisasi profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
organisasi profesi pustakawan diatur
dalam anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga.

perpus uu,part 7

BAB VII
JENIS-JENIS PERPUSTAKAAN
Pasal 20
Perpustakaan terdiri atas:
a. Perpustakaan Nasional;
b. Perpustakaan Umum;
c. Perpustakaan Sekolah/Madrasah;
d. Perpustakaan Perguruan Tinggi;
dan
e. Perpustakaan Khusus.
Bagian Kesatu
Perpustakaan Nasional
Pasal 21
(1) Perpustakaan Nasional merupakan
Lembaga Pemerintah Non-
Departemen (LPND) yang
melaksanakan tugas pemerintahan
dalam bidang perpustakaan dan
berkedudukan di ibukota negara.
(2) Perpustakaan Nasional bertugas:
a. menetapkan kebijakan nasional,
kebijakan umum, dan kebijakan
teknis pengelolaan perpustakaan;
b. melaksanakan pembinaan,
pengembangan, evaluasi, dan
koordinasi terhadap pengelolaan
perpustakaan;
c. membina kerja sama dalam
pengelolaan berbagai jenis
perpustakaan; dan
d. mengembangkan standar
nasional perpustakaan.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Perpustakaan Nasional
bertanggung jawab:
a. mengembangkan koleksi nasional
yang memfasilitasi terwujudnya
masyarakat pembelajar sepanjang
hayat;
b. mengembangkan koleksi nasional
untuk melestarikan hasil budaya
bangsa;
c. melakukan promosi perpustakaan
dan gemar membaca dalam rangka
mewujudkan masyarakat
pembelajar sepanjang hayat; dan
d. mengidentifikasi dan mengupayakan
pengembalian naskah kuno yang
berada di luar negeri.
Bagian Kedua
Perpustakaan Umum
Pasal 22
(1) Perpustakaan umum diselenggarakan
oleh Pemerintah, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/
kota, kecamatan, dan desa, serta
dapat diselenggarakan oleh
masyarakat.
(2) Pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota menyelenggarakan
perpustakaan umum daerah yang
koleksinya mendukung pelestarian
hasil budaya daerah masing-masing
dan memfasilitasi terwujudnya
masyarakat pembelajar sepanjang
hayat.
(3) Perpustakaan umum yang
diselenggarakan oleh Pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, kecamatan, dan
desa/kelurahan mengembangkan
sistem layanan perpustakaan
berbasis teknologi informasi dan
komunikasi.
(4) Masyarakat dapat menyelenggarakan
perpustakaan umum untuk
memfasilitasi terwujudnya
masyarakat pembelajar sepanjang
hayat.
(5) Pemerintah, pemerintah provinsi,
dan/atau kabupaten/kota
melaksanakan layanan perpustakaan
keliling bagi daerah yang belum
terjangkau oleh layanan
perpustakaan menetap.
Bagian Ketiga
Perpustakaan Sekolah/Madrasah
Pasal 23
(1) Setiap sekolah/madrasah
menyelenggarakan perpustakaan
yang memenuhi standar nasional
perpustakaan dengan
memperhatikan Standar Nasional
Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memiliki koleksi
buku teks pelajaran yang ditetapkan
sebagai buku teks wajib pada satuan
pendidikan yang bersangkutan
dalam jumlah yang mencukupi
untuk melayani semua peserta didik
dan pendidik.
(3) Perpustakaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengembangkan
koleksi lain yang mendukung
pelaksanaan kurikulum pendidikan.
(4) Perpustakaan sekolah/madrasah
melayani peserta didik pendidikan
kesetaraan yang dilaksanakan di
lingkungan satuan pendidikan yang
bersangkutan.
(5) Perpustakaan sekolah/madrasah
mengembangkan layanan
perpustakaan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi.
(6) Sekolah/madrasah mengalokasikan
dana paling sedikit 5% dari anggaran
belanja operasional sekolah/
madrasah atau belanja barang di
luar belanja pegawai dan belanja
modal untuk pengembangan
perpustakaan.
Bagian Keempat
Perpustakaan Perguruan Tinggi
Pasal 24
(1) Setiap perguruan tinggi
menyelenggarakan perpustakaan
yang memenuhi standar nasional
perpustakaan dengan
memperhatikan Standar Nasional
Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memiliki koleksi, baik
jumlah judul maupun jumlah
eksemplarnya, yang mencukupi
untuk mendukung pelaksanaan
pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perpustakaan perguruan tinggi
mengembangkan layanan
perpustakaan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi.
(4) Setiap perguruan tinggi
mengalokasikan dana untuk
pengembangan perpustakaan sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan guna memenuhi standar
nasional pendidikan dan standar
nasional perpustakaan.
Bagian Kelima
Perpustakaan Khusus
Pasal 25
Perpustakaan khusus menyediakan
bahan perpustakaan sesuai dengan
kebutuhan pemustaka di
lingkungannya.
Pasal 26
Perpustakaan khusus memberikan
layanan kepada pemustaka di
lingkungannya dan secara terbatas
memberikan layanan kepada
pemustaka di luar lingkungannya.
Pasal 27
Perpustakaan khusus
diselenggarakan sesuai dengan
standar nasional perpustakaan.
Pasal 28
Pemerintah dan pemerintah daerah
memberikan bantuan berupa
pembinaan teknis, pengelolaan, dan/
atau pengembangan perpustakaan
kepada perpustakaan khusus.

perpus uu,part 6

BAB VI
PEMBENTUKAN,
PENYELENGGARAAN, SERTA
PENGELOLAAN DAN
PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN
Bagian Kesatu
Pembentukan Perpustakaan
Pasal 15
(1) Perpustakaan dibentuk sebagai wujud
pelayanan kepada pemustaka dan
masyarakat.
(2) Pembentukan perpustakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
(3) Pembentukan perpustakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) paling sedikit memenuhi syarat:
a. memiliki koleksi perpustakaan;
b. memiliki tenaga perpustakaan;
c. memiliki sarana dan prasarana
perpustakaan;
d. memiliki sumber pendanaan; dan
e. memberitahukan keberadaannya
ke Perpus-takaan Nasional.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Perpustakaan
Pasal 16
Penyelenggaraan perpustakaan
berdasarkan kepemilikan terdiri atas:
a. perpustakaan pemerintah;
b. perpustakaan provinsi;
c. perpustakaan kabupaten/kota;
d. perpustakaan kecamatan;
e. perpustakaan desa;
f. perpustakaan masyarakat;
g. perpustakaan keluarga; dan
h. perpustakaan pribadi.
Pasal 17
Penyelenggaraan perpustakaan
dilakukan sesuai dengan standar
nasional perpustakaan.
Bagian Ketiga
Pengelolaan dan Pengembangan
Perpustakaan
Pasal 18
Setiap perpustakaan dikelola sesuai
dengan standar nasional
perpustakaan.
Pasal 19
(1) Pengembangan perpustakaan
merupakan upaya peningkatan
sumber daya, pelayanan, dan
pengelolaan perpustakaan, baik
dalam hal kuantitas maupun
kualitas.
(2) Pengembangan perpustakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan berdasarkan
karakteristik, fungsi dan tujuan, serta
dilakukan sesuai dengan kebutuhan
pemustaka dan masyarakat dengan
memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi.
(3) Pengembangan perpustakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan secara
berkesinambungan.

perpus uu,part 5

BAB V
LAYANAN PERPUSTAKAAN
Pasal 14
(1) Layanan perpustakaan dilakukan
secara prima dan berorientasi bagi
kepentingan pemustaka.
(2) Setiap perpustakaan menerapkan tata
cara layanan perpustakaan
berdasarkan standar nasional
perpustakaan.
(3) Setiap perpustakaan mengembangkan
layanan perpustakaan sesuai dengan
kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi.
(4) Layanan perpustakaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan melalui pemanfaatan
sumber daya perpustakaan untuk
memenuhi kebutuhan pemustaka.
(5) Layanan perpustakaan
diselenggarakan sesuai dengan
standar nasional perpustakaan untuk
mengoptimalkan pelayanan kepada
pemustaka.
(6) Layanan perpustakaan terpadu
diwujudkan melalui kerja sama
antarperpustakaan.
(7) Layanan perpustakaan secara terpadu
sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) dilaksanakan melalui jejaring
telematika.

perpus uu,part 4

BAB IV
KOLEKSI PERPUSTAKAAN
Pasal 12
(1) Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah,
disimpan, dilayankan, dan
dikembangkan sesuai dengan
kepentingan pemustaka dengan
memperhatikan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Pengembangan koleksi perpustakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan sesuai dengan standar
nasional perpustakaan.
(3) Bahan perpustakaan yang dilarang
berdasarkan peraturan perundang-
undangan disimpan sebagai koleksi
khusus Perpustakaan Nasional.
(4) Koleksi khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) digunakan
secara terbatas.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyimpanan koleksi khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan penggunaan secara terbatas
sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 13
(1) Koleksi nasional diinventarisasi,
diterbitkan dalam bentuk katalog
induk nasional (KIN), dan
didistribusikan oleh Perpustakaan
Nasional.
(2) Koleksi nasional yang berada di daerah
diinventarisasi, diterbitkan dalam
bentuk katalog induk daerah (KID),
dan didistribusikan oleh
perpustakaan umum provinsi.

perpus uu ,part 3

BAB III
STANDAR NASIONAL
PERPUSTAKAAN
Pasal 11
(1) Standar nasional perpustakaan
terdiri atas:
a. standar koleksi perpustakaan;
b. standar sarana dan prasarana;
c. standar pelayanan perpustakaan;
d. standar tenaga perpustakaan;
e. standar penyelenggaraan; dan
f. standar pengelolaan.
(2) Standar nasional perpustakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digunakan sebagai acuan
penyelenggaraan, pengelolaan, dan
pengembangan perpustakaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
standar nasional perpustakaan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

perpus uu ,part 2

BAB II
HAK, KEWAJIBAN, DAN
KEWENANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 5
(1) Masyarakat mempunyai hak
yang sama untuk:
a. memperoleh layanan serta
memanfaatkan dan
mendayagunakan fasilitas
perpustakaan;
b. mengusulkan keanggotaan
Dewan Perpustakaan;
c. mendirikan dan/atau
menyelenggarakan perpustakaan;
d. berperan serta dalam pengawasan
dan evaluasi terhadap
penyelenggaraan perpustakaan.
(2) Masyarakat di daerah terpencil,
terisolasi, atau terbelakang sebagai
akibat faktor geografis berhak
memperoleh layanan perpustakaan
secara khusus.
(3) Masyarakat yang memiliki cacat dan/
atau kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial
berhak memperoleh layanan
perpustakaan yang disesuaikan
dengan kemampuan dan
keterbatasan masing-masing.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 6
(1) Masyarakat berkewajiban:
a. menjaga dan memelihara
kelestarian koleksi perpustakaan;
b. menyimpan, merawat, dan
melestarikan naskah kuno yang
dimilikinya dan mendaftarkannya ke
Perpustakaan Nasional;
c. menjaga kelestarian dan keselamatan
sumber daya perpustakaan di
lingkungannya;
d mendukung upaya penyediaan
fasilitas layanan perpustakaan di
lingkungannya;
e. mematuhi seluruh ketentuan dan
peraturan dalam pemanfaatan
fasilitas perpustakaan; dan
f. menjaga ketertiban, keamanan,
dan kenyamanan lingkungan
perpustakaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pendaftaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 7
(1) Pemerintah berkewajiban:
a. mengembangkan sistem nasional
perpustakaan sebagai upaya
mendukung sistem pendidikan
nasional;
b. menjamin kelangsungan
penyelenggaraan dan pengelolaan
perpustakaan sebagai pusat sumber
belajar masyarakat;
c. menjamin ketersediaan layanan
perpustakaan secara merata di tanah
air;
d. menjamin ketersediaan keragaman
koleksi perpustakaan melalui
terjemahan (translasi), alih aksara
(transliterasi), alih suara ke tulisan
(transkripsi), dan alih media
(transmedia);
e. menggalakkan promosi gemar
membaca dan memanfaatkan
perpustakaan;
f. meningkatan kualitas dan kuantitas
koleksi perpustakaan;
g. membina dan mengembangkan
kompetensi, profesionalitas
pustakawan, dan tenaga teknis
perpustakaan;
h. mengembangkan Perpustakaan
Nasional; dan
i. memberikan penghargaan kepada
setiap orang yang menyimpan,
merawat, dan melestarikan naskah
kuno.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf i diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota berkewajiban:
a. menjamin penyelenggaraan dan
pengembangan perpustakaan di
daerah;
b. menjamin ketersediaan layanan
perpustakaan secara merata di
wilayah masing-masing;
c. menjamin kelangsungan
penyelenggaraan dan pengelolaan
perpustakaan sebagai pusat sumber
belajar masyarakat;
d. menggalakkan promosi gemar
membaca dengan memanfaatkan
perpustakaan;
e. memfasilitasi penyelenggaraan
perpustakaan di daerah; dan
f. menyelenggarakan dan
mengembangkan perpustakaan
umum daerah berdasar kekhasan
daerah sebagai pusat penelitian dan
rujukan tentang kekayaan budaya
daerah di wilayahnya.
Bagian Ketiga
Kewenangan
Pasal 9
Pemerintah berwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional dalam
pembinaan dan pengembangan
semua jenis perpustakaan di
wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
b. mengatur, mengawasi, dan
mengevaluasi penyelenggaraan dan
pengelolaan perpustakaan di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
dan
c. mengalihmediakan naskah kuno yang
dimiliki oleh masyarakat untuk
dilestarikan dan didayagunakan.
Pasal 10
Pemerintah daerah berwenang:
a. menetapkan kebijakan daerah dalam
pembinaan dan pengembangan
perpustakaan di wilayah masing-
masing;
b. mengatur, mengawasi, dan
mengevaluasi penyelenggaraan dan
pengelolaan perpustakaan di wilayah
masing-masing; dan
c. mengalihmediakan naskah kuno yang
dimiliki oleh masyarakat di wilayah
masing-masing untuk dilestarikan
dan didayagunakan.

perpus uu 43 2007

UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2007
TENTANG
PERPUSTAKAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945,
perpustakaan sebagai wahana
belajar sepanjang hayat
mengembangkan potensi
masyarakat agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung
jawab dalam mendukung
penyelenggaraan pendidikan
nasional;
b. bahwa sebagai salah satu upaya
untuk memajukan kebudayaan
nasional, perpustakaan merupakan
wahana pelestarian kekayaan
budaya bangsa;
c. bahwa dalam rangka meningkatkan
kecerdasan kehidupan bangsa, perlu
ditumbuhkan budaya gemar
membaca melalui pengembangan
dan pendayagunaan perpustakaan
sebagai sumber informasi yang
berupa karya tulis, karya cetak, dan/
atau karya rekam;
d. bahwa ketentuan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan
perpustakaan masih bersifat parsial
dalam berbagai peraturan sehingga
perlu diatur secara komprehensif
dalam suatu undang-undang
tersendiri;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf
a sampai dengan huruf d, perlu
dibentuk Undang-Undang tentang
Perpustakaan;
Mengingat: Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG
TENTANG PERPUSTAKAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1. Perpustakaan adalah institusi
pengelola koleksi karya tulis, karya
cetak, dan/atau karya rekam secara
profesional dengan sistem yang
baku guna memenuhi kebutuhan
pendidikan, penelitian, pelestarian,
informasi, dan rekreasi para
pemustaka.
2. Koleksi perpustakaan adalah semua
informasi dalam bentuk karya tulis,
karya cetak, dan/atau karya rekam
dalam berbagai media yang
mempunyai nilai pendidikan, yang
dihimpun, diolah, dan dilayankan.
3. Koleksi nasional adalah semua karya
tulis, karya cetak, dan/atau karya
rekam dalam berbagai media yang
diterbitkan ataupun tidak diterbitkan,
baik yang berada di dalam maupun
di luar negeri yang dimiliki oleh
perpustakaan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
4. Naskah kuno adalah semua dokumen
tertulis yang tidak dicetak atau tidak
diperbanyak dengan cara lain, baik
yang berada di dalam negeri
maupun di luar negeri yang
berumur sekurang-kurangnya 50
(lima puluh) tahun, dan yang
mempunyai nilai penting bagi
kebudayaan nasional, sejarah, dan
ilmu pengetahuan.
5. Perpustakaan Nasional adalah
Lembaga Pemerintah Non-
Departemen (LPND) yang
melaksanakan tugas pemerintahan
dalam bidang perpustakaan yang
berfungsi sebagai perpustakaan
pembina, perpustakaan rujukan,
perpustakaan deposit, perpustakaan
penelitian, perpustakaan pelestarian,
dan pusat jejaring perpustakaan,
serta berkedudukan di ibukota
negara.
6. Perpustakaan umum adalah
perpustakaan yang diperuntukkan
bagi masyarakat luas sebagai sarana
pembelajaran sepanjang hayat
tanpa membedakan umur, jenis
kelamin, suku, ras, agama, dan
status sosial-ekonomi.
7. Perpustakaan khusus adalah
perpustakaan yang diperuntukkan
secara terbatas bagi pemustaka di
lingkungan lembaga pemerintah,
lembaga masyarakat, lembaga
pendidikan keagamaan, rumah
ibadah, atau organisasi lain.
8. Pustakawan adalah seseorang yang
memiliki kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan dan/atau
pelatihan kepustakawanan serta
mempunyai tugas dan tanggung
jawab untuk melaksanakan
pengelolaan dan pelayanan
perpustakaan.
9. Pemustaka adalah pengguna
perpustakaan, yaitu perseorangan,
kelompok orang, masyarakat, atau
lembaga yang memanfaatkan
fasilitas layanan perpustakaan.
10. Bahan perpustakaan adalah semua
hasil karya tulis, karya cetak, dan/
atau karya rekam.
11. Masyarakat adalah setiap orang,
kelompok orang, atau lembaga
yang berdomisili pada suatu wilayah
yang mempunyai perhatian dan
peranan dalam bidang
perpustakaan.
12. Organisasi profesi pustakawan adalah
perkumpulan yang berbadan
hukum yang didirikan oleh
pustakawan untuk
mengembangkan profesionalitas
kepustakawanan.
13. Pemerintah pusat yang selanjutnya
disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
14. Pemerintah daerah adalah gubernur,
bupati, atau walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan
daerah.
15. Sumber daya perpustakaan adalah
semua tenaga, sarana dan
prasarana, serta dana yang dimiliki
dan/atau dikuasai oleh
perpustakaan.
16. Menteri adalah menteri yang
menangani urusan pemerintahan
dalam bidang pendidikan nasional.
Pasal 2
Perpustakaan diselenggarakan
berdasarkan asas pembelajaran
sepanjang hayat, demokrasi,
keadilan, keprofesionalan,
keterbukaan, keterukuran, dan
kemitraan.
Pasal 3
Perpustakaan berfungsi sebagai
wahana pendidikan, penelitian,
pelestarian, informasi, dan rekreasi
untuk meningkatkan kecerdasan dan
keberdayaan bangsa.
Pasal 4
Perpustakaan bertujuan
memberikan layanan kepada
pemustaka, meningkatkan
kegemaran membaca, serta
memperluas wawasan dan
pengetahuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa.

Monday, December 13, 2010

perpustakaan 2.0

Green perpustakaan
adalah bagian dari
gerakan yang lebih
besar bangunan hijau.
Juga dikenal sebagai
perpustakaan
berkelanjutan,
perpustakaan hijau
sedang dibangun di
seluruh dunia
[rujukan?], Dengan
banyak proyek profil
tinggi membawa
konsep tersebut ke
dalam arus utama.
Seiring dengan
perpustakaan 2.0,
desain hijau adalah
tren yang sedang
berkembang,
mendefinisikan
perpustakaan abad
ke-21. Banyak melihat
perpustakaan sebagai
memiliki peran unik
dalam gerakan green
building alam karena
misi altruistik nya,
publik dan pedagogis,
dan fakta bahwa
perpustakaan baru
biasanya profil tinggi,
proyek-proyek
berbasis komunitas.
Pustakawan adalah
seseorang yang
melaksanakan kegiatan
perpustakaan dengan
jalan memberikan
pelayanan kepada
masyarakat sesuai
dengan tugas lembaga
induknya berdasarkan
ilmu perpustakaan,
dokumentasi, informasi
yang dimilikinya melalui
pendidikan.
Pustakawan Utama Drs. H.
Soekarman K, MLS (Ketua
IPI periode 1992-1995)
melihat ada 9 faktor yang
membuat perpustakaan
Indonesia menjadi lemah :
1. Jumlah penduduk yang
besar dan tersebar di
banyak pulau;
2. Budaya dan tingkat
kecerdasan bangsa yang
majemuk;
3. Lemahnya kesadaran
masyarakat, dan;
4. Lemahnya kesadaran
sebagian penentu
kebijakan soal
perpustakaan, akan arti
penting informasi dan
perpustakaan;
5. Rendahnya minat baca
serta kebiasaan
membaca;
6. Kemampuan keuangan
pemerintah;
7. Masih sedikit
pustakawan terdidik;
8. Masih sedikit institusi
pendidikan perpustakaan;
9. Lemahnya sumber bahan
pustaka nasional.
Sedangkan Tjiptopranoto
(pustakawan utama)
mengungkapkan
kebanyakan
perpustakaan Indonesia
saat ini mempunyai 2
penyakit, yaitu minus
sarana dan dana. Pada
tingkat ini lagi-lagi terjadi
lingkaran setan.

Sunday, December 12, 2010

adat berbeda

Suka anjing menggonggong?
Gak lah...
Aku bakalan setiap hari mendengar anjing menggonggong,rasa ketakutan yang amat menantang .
Apakah dilarang kita setiap hari dekat sama mereka?
Aku kira tidak, jika kita masih membuat aturan tentang mendekati anjing...
Aku juga mau cerita tentang gimana 2 hari di bali..
@aku merasa tinggal daerah yang amat asing bagiku,hehehe malu cerita kalo tadi malam aku "kesasar" .mang susah menghafal daerah sini...jalannya masih membingungkan banyak tikungan dan jalan searah.apalagi aku gak tau arah ...
Huhh,sering ujan lagi..
Oh ya,berangkat kesini aku mabuk..
Malu2in,masak satu bus cuma aku ..hehehe

Wednesday, December 8, 2010

bahasa gaul yang ternyata juga ragam bahasa indonesia nonstandart yang lazim digunakan di jakarta pada tahun 1980an dan hingga saat ini masih banyak yang pakai dan terus mengalami bannyak perubahan dari generasi ke generasi.
bahasa gaul awal mulai dipergunakan para generasi muda yang diambil dari kelompok waria dan masyarakat terpinggir.

tanda yang paling mudah dijumpai yaitu seringnya kata-kata yang dibalik dan dipersingkat.contohnya=hai "sob............."yang mempunyai arti pengucapan -hai bos............-.

sedangkan pada generasi sekarang perubahan mulai ada dengan munculnya bahasa alay atau "anak layangan".bahasa yang banyak menyimpang dari kata-kata baku bahasa nasional bangsa kita namun karena mereka "alayer" sudah terbiasa maka dapat mengartikan dengan mudah.sedangkan untuk orang yang belum mengenal akan menganggapnya seperti bahasa sandi.
kamus bahasa alay :
- gue : W ,Wa,Q,Qu,G
-aku : Akyu,Akuwh,Akku,q
- lo/kamu : u
- Rumah : Humz,Hozz
- Aja : ja,Ajj
- yang :Iank/Iang,Eank
- itu : Tuwh,Tuch
- sempat : s4
- iya : yupz
- kok : kuG
- enggak : G,9,
- sms : mZ
- tau : tw
- maaf : 5f
- siapa : cpA
- lagi : gY
-apa : pA
- salam : lam
- terus : tYus
dan banyak lagi ,mohon maaf kalo ada yang keliru untuk penulisannya.karena aku sendiri gak begitu suka sama bahasa ini karena menurutku sedikit membingungkan.tapi efisien untuk mengirit ejaan penulisan di sms.
dan yang aku dapat contohnya mungkin seperti ini = "U 9hy Di Humzz?"

jenggolo.co.cc
kamus bahasa indonesia
ya ALLAH YANG MAHA PENGASIH DAN PENYAYANG,yang tidak pernah berhenti memberikan kasih sayangNYA kepada semua umat.
''Ampuni dosaku ,aku sering melalaikanMU., yang sering berdusta kepada kedua orang tua,menyakiti hatinya,"
Arti hidup yang tak berarti jika aku gak menyadari kesalahanku,berusaha memperbaiki kesalahanku...banyak anak yatim yang mengharap kasih sayang orang tuanya...
Sesungguhnya penderitaan mereka takkan terbalas sekalipun mengorbankan nyawaku,
Semoga aku bisa membahagikan mereka,amien."
Menulis adalah suatu kegiatan
untuk menciptakan suatu catatan
atau informasi pada suatu media
dengan menggunakan aksara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa menulis mempunyai predikat pertama dalam menyampaikan informasi.beberapa kejadian sekarang ini ,orang cenderung suka menulis di facebook yang bisa dibilang tempat untuk mencurahkan isi hati.
Menurutku menulis juga bisa dibilang hobi,karena itu suatu pola pekerjaan yang dilakukan secara berulang-ulang.menulis juga memiliki anggapan kalau pekerjaan ini membosankan.Tapi itu juga anggapan yang keliru.Karena menulis juga memiliki banyak arti dalam tujuanya.Misalnya seni,sekedar curhat/diary,tugas,ungkapan perasaan,share/berbagi ilmu,perintah,dan lainya.

Tuesday, December 7, 2010

makna hijrah

Hijrah berarti
pindah atau migrasi dalam bahasa
Indonesia. Hijrah merupakan suatu
cara yang dilakukan oleh para nabi,
untuk melepaskan diri dari alam
kebatilan (kondisi dimana manusia
tidak hidup dengan Kitab Allah).
Dalam kitab suci Al-qur'an dikenal
istilah: Iman-Hijrah-Jihad, yang
berarti bahwa hijrah muncul dan
dilakukan karena dorongan Iman
atau percaya bahwa kehidupan
yang tidak berpedoman kepada
Kitab Allah adalah kekafiran, yang
akan membawa manusia pada
kebinasaan dan kehancuran.
Meyakini bahwa hanya dengan
berpedoman kepada Kitab Allah
sajalah keseimbangan dapat
diciptakan. Atas dorongan
kepercayaan tersebutlah maka hijrah
dilakukan, yang dimaksudkan untuk
meninggalkan segala bentuk
kehidupan yang tidak berlandaskan
Kitab Allah dan membangun suatu
tatanan baru yang berlandaskan
kepada Kitab Allah. Maka dari itu
konsekwensi dari berhijrah adalah
berjihad, yakni memperjuangkan
apa yang dipercayai tadi (Keharusan
Kitab Allah sebagai pedoman).
Kunci pokok pemahaman ini yaitu sebagai pemuda adalah mencari perubahan untuk mendapatkan yang lebih baik dari sebelumnya tapi jaga keimanan kita.

Monday, December 6, 2010

(Resensi) Perahu
Kertas
Judul Buku :
Perahu
Kertas
Penulis :
Dewi “Dee”
Lestari
Penerbit :
Bentang
Pustaka, 2009
Tebal : 444 hal.
Harga : Rp.69,000,-
Peresensi: Yons Achmad
Di musim paceklik yang terus
mengendus, puji Tuhan, bersyukur
masih bisa membeli sebuah novel.
Kali ini karya Dewi “Dee” Lestari
yang berjudul Perahu Kertas. Tak
rugi saya mengeluarkan sekian
rupiah untuk bisa membaca buku
ini. Bagi saya, novel itu semacam
pelipur kepenatan dan kebosanan.
Dan, novel Dee ini, setelah saya
membaca tuntas, bisa membuat
saya tersenyum, merenung dan
tentu saja memaksa diri belajar
kembali tentang rasa kehidupan
yang sekian lama terjalani. Saya
suka novel ini.
Novel ini, bergenre populer, khas
gaya tutur anak muda perkotaan,
terutama nampak dalam dialog-
dialog di dalamnya. Begitu juga
kisah seputar kuliah, buku dan pesta
ada dalam cerita. Agak berbeda
misalnya dengan “Filosofi Kopi”
yang cenderung serius, naratif dan
jarang melibatkan kelucuan serta
kekoyolan. Entahlah, mungkin ini
semacam terobosan untuk lebih
dekat dengan pembaca. Orang
Indonesia, khususnya anak-anak
muda itu sudah bersyukur mau
membaca, tak bijak membebani
pembaca dengan hal-hal yang berat.
Mungkin, itu alasannya. Mungkin.
Jujur, diawal cerita saya agak
kebingungan dengan nama-nama
khususnya nama Kugy dan Keenan.
Nama yang asing bagi saya bahkan
sempat bingung membedakan
perempuan atau lelakikah, entahlah
mungkin saya yang diawal kurang
teliti membacanya. Selanjutnya,
banyak tokoh di dalamnya seperti
Eko, Noni, Wanda, Ojos, Pak
Wayan, Adri, Lena, Remi, Luhde,
Bimo dll. Sulit, untuk menceritakan
kembali kisah mereka. Setelah saya
timbang dan pikir, rasanya kok
fokusnya Dee ingin menonjolkan
kisah Kugy dan Keenan. Begitu yang
saya tangkap. Dari kisah keduanya,
saya membaui ada sekira tiga hal
yang ingin disampaikan Dee,
tentang Cinta, Impian dan Kejujuran.
Ini menurut bacaan saya. Maaf kalau
salah.
Cinta : Ya. Novel ini berkisah tentang
cinta yang dipendam oleh Kugy dan
Keenan. Keduanya teman satu
kampus di Bandung. Bagai langit
dan sumur. Begitu kata Dee untuk
menggambarkan keduanya. Mereka
saling mengangumi satu sama lain.
Namun, keduanya sama-sama tak
mampu untuk mengungkapkannya.
Dan, keadaanpun rupanya tak
memungkinkan.
Impian : Kugy, adalah cewek
berantakan yang ngebet pingin jadi
juru dongeng. Sementara Keenan
sangait bercita-cita menjadi seorang
seniman, seorang pelukis. Impian
tak mulus. Kugy harus melewati
hidup dengan realistis menjadi
seorang copy writer, sementara
Keenan malah harus berbalik arah
cukup dratis, bekerja mengurusi
perusahaan trading milik ayahnya.
Namun, mereka selalu yakin dengan
mimpinya. Tak ada yang lebih indah
selain keduanya saling mendukung.
Dan, begitulah Dee meramu
ceritanya dengan apik di dalamnya.
Seolah berkata “Jangan Takut
Bermimpi”
Kejujuran : Inilah akhir cerita yang
mengharu biru. Keduanya (Kugy
dan Keenan) sempat berpisah sekian
lama. Kugy, sudah punya kekasih
bernama Remi, bos di kantornya.
Sementara, Keenan juga sudah
punya kekasih gadis Bali, Luhde
namanya. Cerita begitu rumit.
Namun, akhirnya Remi sadar bahwa
hati Kugy hanya untuk Keenan,
sementara Luhde juga sama, walau
rasa cinta itu ada, hati Keenan hanya
untuk Kugy. Ini kejujuran pertama.
Kejujuran kedua, ketika Kugy dan
Keenan jujur membuka hati,
melepas ego masing-masing, jujur
keduanya saling mencintai.
Kisah yang dipenuhi gelak tawa,
kekonyolan, ke-egoan, persahabatan
dan tangis ini sungguh begitu
manusiawi. Dan, siapapun pasti
tersentuh ketika membacanya.
Wajar, Dee memang tak main-main
menggarap novel ini, butuh sekira 11
tahun mewujudkannya, dan yang
pasti ia menulis dengan hati.
Hasilnya tentu akan sampai ke hati
pula. Jika ditanya apa komentar saya
selanjutnya, dengan singkat
mungkin saya akan berkata “Novel
ini perlu diangkat ke layar lebar, itu
saja”. (yons achmad)
Link sumber: (Resensi) Perahu
Kertas

Thursday, December 2, 2010

puisi :

1.berharap-ada-sesuatu-yang.zip
2. terjebak-sepi.zip
3. senja-merah.zip
4.pagi-merontah.zip
5. miracle.zip
6. indonesiaku.zip

patah hati

tak kurasa begini akhirnya cintaq yang q harap bisa untuk selamanya.
kenangan dan mimpi indah selalu q bayangkan .
kemana rasa cintamu jika kamu melalaikan rasa sayangmu padaku.
setiap detik q berusaha mengenangmu.
setiap mlm q membayangkan kau disampingku.
sesungguhnya telah q pasrahkan jika ini takdir kita.
terima kasih buat segalanya.
hanya ini yang bisa q ucapkan.

like