Sunday, January 23, 2011

pendidikan perpustakaan indonesia

Sejarah Pendidikan
Perpustakaan di Indonesia
Perpustakaan modern
pertama di Indonesia adalah
perpustakaan Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en
Wetenschap yang didirikan
oleh pemerintah Belanda
pada tahun 1778. Dan baru
seabad kemudian, muncul
perpustakaan-perpustakaan
khusus, termasuk
diantaranya perpustakaan
sekolah (Sulistyo-Basuki,
1991, 180). Pada waktu itu
seluruh perpustakaan yang
ada ditangani oleh orang-
orang belanda sebab tidak
ada orang Indonesia yang
pernah mendapatkan
pelatihan perpustakaan.
Selama masa penjajahan
Jepang (1942-1945),
perpustakaan-perpustakaan
yang didirikan oleh Belanda
itu ditiadakan kecuali
perpustakaan-perpustakaan
perguruan tinggi. Itulah
sebabnya tidak ada
perpustakaan yang aktif
pada saat kemerdekaan
Indonesia dikumandangkan
pada tanggal 17 Agustus
1945. Pada tahun 1945
sampai dengan tahun 1949,
konflik antara Belanda
dengan pejuang-pejuang
bangsa Indonesia masih
terus berlangsung dan
pemerintah Indonesia yang
baru itu terus berjuang
mempertahankan
kemerdekaan Republik
Indonesia.
Setelah pemerintah Belanda
secara resmi mengakui
kemerdekaan negara
Republik Indonesia pada
tahun 1949, pemerintah
Indonesia berusaha sekuat
tenaga untuk membarantas
buta huruf dengan cara
mendirikan berbagai
perpustakaan umum. Untuk
menyediakan sumber daya
manusia yang mengelola
perpustakaan-perpustakaan
itu, sebuah kursus pelatihan
perpustakaan didirikan pada
tahun 1952 oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Nama kursus pelatihan
perpustakaan ini lebih
merupakan Kursus
Pendidikan Pegawai
Perpustakaan dengan
direktur pertamanya Mrs. C
Vreede-de-Stuers (1953,99).
“ Pelatihan ini dirancang
untuk membekali para
siswanya dengan
pengetahuan, ketrampilan,
teknis mengelola sebuah
perpustakaan serta
dilengkapi dengan instruksi
dan latihan dalam menangani
pekerjaan rutin di
perpustakaan. ” (Sjahrial,
1975, 84-89). Mereka
diharapkan dapat
menyelesaikan program ini
selama dua tahun. Jenjang
waktu kursus perpustakaan
ini adalah dua tahun, dan
kebanyakan siswanya
adalah pegawai-pegawai
perpustakaan dari berbagai
instansi pemerintah, yang
belum pernah mendapatkan
pendidikan formal di bidang
perpustakaan.
Pada tahun 1956, nama
kursus tersebut diubah
menjadi Kursus Pendidikan
Ahli Perpustakaan dengan
lama pendidikan 2 tahun.
Nama kursus ini diganti lagi
pada tahun 1959 menjadi
Sekolah Perpustakaan dan
lama waktu kursus
diperpanjang menjadi tiga
tahun. Syarat bagi mereka
yang mendaftar Sekolah
Perpustakaan ini adalah
mempunyai ijazah Sekolah
Menengah Tingkat Atas. Pada
tahun 1961, program ini
dimasukkan menjadi bagian
dari Sekolah Keguruan pada
Universitas Indonesia
Jakarta. Pada tahun 1963,
dibawah naungan Fakultas
Sastra Universitas Indonesia,
program ini menjadi Jurusan
Ilmu Perpustakaan. Pada
awalnya, syarat pendaftaran
untuk menjadi mahasiswa
program ini adalah lulusan
Sekolah Menengah Atas,
akan tetapi pada tahun 1969,
pemerintah merubah
kebijakan yang berkaitan
dengan syarat pendaftaran
tersebut menjadi: mereka
yang mendaftar program ini
harus mempunyai ijazah
Sarjana Muda dari jurusan
apapun. Pada tahun 1975,
Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (IKIP) Bandung
menyelenggarakan program
yang hampir sama di bidang
ilmu perpustakaan, yang
juga mensyaratkan para
pendaftarnya memiliki ijazah
Sarjana Muda. Dalam hal ini,
sebagian besar mahasiswa
mendaftar program ini
adalah para Sarjana Muda di
bidang pendidikan ( lihat Zen,
1992, 6).
Ijazah Sarjana Muda sebagai
persyaratan untuk
mendaftar jurusan Ilmu
Perpustakaan ini terus
diberlakukan sampai akhir
tahun 1970 an. Keadadaan ini
berubah ketika pemerintah
melakukan restrukturisasi
sistem pendidikan pada
tahun 1982. Sebagai
akibatnya, ada dua jenis
program di bidang ilmu
perpustakaan pada tingkat
pendidikan tinggi di
Indonesia, yakni program
Akademik atau program
dengan gelar Sarjana dan
program Diploma atau
professional. Menurut
Sulistyo Basuki, tujuan
program Diploma adalah
untuk membentuk individu
berketerampilan yang dapat
langsung masuk ke pasar
kerja. Program ini terdiri dari
empat tipe, yaitu Diploma 1,
Diploma 2, Diploma 3, dan
Diploma 4. Di sini nomer
menunjukkan lama waktu
pendidikan yang harus
ditempuh (misalnya,
mahasiswa program Diploma
1 harus menyelesaikan
studinya dalam waktu satu
tahun). Sejauh ini program
Diploma 4 belum pernah
dijalankan (Sulistyo Basuki,
1993:41). Pada tahun 1988,
pemerintah Indonesia
memberikan status
profesional pada
pustakawan yang sedikitnya
telah memiliki ijazah/
sertifikat Diploma 2.
Kebijakan ini menyebakan
munculnya program diploma
2 atau 3 bidang ilmu
perpustakaan yang
ditawarkan oleh berbagai
perguruan tinggi di Indonesia.
Tujuan utama program ini
adalah untuk menghasilkan
asisten pustakawan yang
memiliki keterampilan tugas-
tugas pelayanan
perpustakaan tingkat
menengah ( lihat: Sulistyo-
Basuki, 1991).
Program akademik terdiri
dari tiga jenjang: Program S1
atau Sarjana yang sederajat
dengant tingkat Bachelor
pada jenjang pendidikan di
Amerika serikat atau di
Inggris, dengan lama
pendidikan sekitar empat
tahun. Program S2 atau
Magister dengan lama
pendidikan sekitar dua
tahun. Program Strata-3
atau Doktor yang sejajar
dengan Doctoral Program.
Kondisi Pendidikan Ilmu
Perpustakaan dan Kajian
Informasi
Pada bulan Oktober 2000 s/d
Mai 2001, Labibah Zain telah
mengunjungi 12 program
pendidikan perpustakaan di
Indonesia, dengan dana dari
Indonesia- Canada Higher
Education Project (Rees-
Potter, 2002)
Kurikulum yang digunakan
pada ke duabelas program
itu pada awalnya mengacu
pada kurikulum Jurusan
Pendidikan Perpustakaan
Universitas Indonesia, yang
kemudian dimodifikasi agar
sesuai dengan kebutuhan
lokal. Kurikulum tersebut
pada umumnya ditinjau
kembali sekali dalam tiga
tahun. Meskipun demikian isi
dari mata kuliah yang
ditawarkan biasanya
didiskusikan setahun sekali.
Pada umumnya para
pengelola program
pendidikan perpustakaan
memasarkan program yang
mereka tawaarkan dengan
cara menyebarkan brosur.
Ikatan Pustakawan Indonesia
(IPI) mempunyai peran yang
sangat terbatas dalam
proses akreditasi program
pendidikan perpustakaan di
Indonesia. Hal ini sangat
berbeda jauh dengan
American Library association
(ALA) yang sangat berperan
penting dalam
mengakreditasi pendidikan
perpustakaan di Amerika
Utara. Visi, misi, tujuan, dan
sasaran program pendidikan
perpustakaan yang jelas
adalah beberapa hal yang
tak bisa ditawaar dalam
pengembangan program.
Meski demikian, beberapa
program pendidikan
perpustakaan di Indonesia
belum pempunyai
perencanaan strategis
secara tertulis,.
Program pendidikan
perpustakaan IAIN Imam
bonjol Padang, Sumatera
Barat memasarkan
lulusannya dengan cara
menyebarkna selembar
brosur yang berisi nama-
nama alumni lengkap dengan
indeks prestasi komulatif
(IPK). Lembaran brosur itu
dikirim ke organisasi-
organisasi pemerintah
maupun swasta yang
mungkin membutuhkan
asisten pustakawan lulusan
D3. Akan tetapi apada
umumnya informasi tentang
alumni program pendidikan
perpustakaan di Indonesia
sangat terbatas. Dengan
kata lain, penelitian tentang
alumni, khususnya tentang
dimana alumni-alumni itu
bekerja sangat kurang
dikembangkan.
Secara geografis, pendidikan
perpustakaan di Indonesia
lebih banyak bertempat di
wilayah Indonesia bagian
barat. IAIN dapat menjadi
fokus bagi pengembangan
pendidikan perpustakaan
tambahan di Indonesia. Untuk
membangun model bagi
pendidikan perpustakaan
pada IAIN-IAIN Indonesia,
beberapa praktisi
perpustakaan, dalam hal ini
perpustakaan Indonesia,
tenaga pengajar program
pendidikan perpustakaan,
alumni pendidikan
perpustakaan IAIN
seyogyanya mengadakan
workshop untuk
membicarakan kurikulum
model bagi pendidikan
perpustakaan di IAIN.
Workshop ini, pada dasarnya
untuk mendiskusikan
kompetensi-kompetensi
yang diharapkan dapat
diperoleh mahasiswa
program pendidikan
perpustakaan di IAIN.
Kemudian kompetensi-
kompetensi ini harus di
jabarkan menjadi kurikulum.
Distribusi kurikulum pada
jenjang S1 program
pendidikan perpustakaan
dapat disusun dengan
komposisi 40% kurikulum
nasional bidang
perpustakaan dan kajian
informasi (Sulistyo-Basuki,
2001), 60% kurikulum dengan
muatan lokal dapat dibagi
menjadi 30% kurikulum
nasional di bidang
perpustakaan dan kajian
informasi Islam, dan 30%
kurikulum yang disesuaikan
dengan kebutuhan lokal.
Pendidikan perpustakaan di
Indonesia, khususnya di IAIN
belum mempunyai jaringan
kerja sama yang kuat. Untuk
memperkuat dan
mengembangkan pendidikan
di seantero Nusantara,
pembentukan jaringan kerja
sama antar pendidikan
perpustakaan di IAIN sangat
dibutuhkan.
Tiga program pendidikan
perpustakaan di Indonesia,
yaitu IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, IAIN Ar-Raniri
Banda Aceh, dan Universitas
Sumater Utara Medan
mempunyai beberapa unsur
pimpinan yang sama dengan
perpustakaan pusat.
Pimpinan yang sama antara
program pendidikan
perpustakaan dengan
perpustakaan pusat ini,
diharapkan dapat
memunculkan adanya
kerjasama yang baik antara
kedua institusi sehingga para
mahasiswa program
pendidikan perpustakaan
dapat mempraktekan
ketrampilan mereka di
perpustakaan pusat tanpa
adanya kendala birokrasi.
Di seluruh IAIN yang
menyelenggarakan program
pendidikan perpustakaan,
program pendidikan
perpustakaan berada di
bawah naungan Fakultas
Adab, sedangkan pada
universitas-universitas lain
di Indonesia, program
pendidikan perpustakaan
berada di bawah naungan
fakultas yang berbeda-beda:
Program pendidikan
perpustakaan Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta
berada di bawah naungan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Program pendidikan
perpustakaan Universitas
Padjajaran bandung berada
di bawah naungan Fakultas
Komunikasi, program
pendidikan perpustakaan
Universitas Indonesia
Jakarta berada di bawah
naungan Fakultas Sastra.
Meskipun ketersediaan
infrastruktur relatif
bervariasi, banyak program
pendidikan perpustakaan
yang belum bisa mengakses
jurnal terkini, dan sebagian
besar program pendidikan
perpustakaan belum
mempunyai tenaga ahli
untuk mengelola
laboratorium komputer, yang
merupakan unsur penting
dalam mempersiapkan
calon-calon pustakawan
yang akan bekerja di
perpustakaan tingkat 2 dan
3. Agar program-program
pendidikan perpustakan ini
menjadi program yang
bermutu, para rektor dan
dekan hendaknya merekrut
tenaga- tenaga dosen yang
berkualitas (minimal 4 orang
lulusan S2 jurusan
perpustakaan – standar
yang ditetapkan Departemen
pendidikan Nasional) dan
sekurang-kurangnya satu
orang tenaga laboran
Kesimpulan
Program pendidikan
perpustakaan yang ada di
Indonesia belum mencukupi
kebutuhan akan pustakawan
bagi 200 juta penduduk
Indonesia (Zain, 2002, 3-4).
Lebih jauh lagi, program-
program pendidikan
perpustakaan mempunyai
pembagian geografis yang
tidak merata karena
sebagian besar program
tersebut berada di pulau
Jawa (Sulistyo-Basuki 1993,
43)
Dana yang disediakan untuk
mengelola program
pendidikan perpustakaan
sangat terbatas (Sulistyo-
Basuki 1993, 43), disamping
langkanya jurnal-jurnal
terkini dan buku-buku
tentang perpustakaan yang
ditulis dalam bahasa
Indonesia sehingga
menyulitkan mahasiswa
dalam menyerap teori-teori
baru di bidang ilmu
perpustakaan (Sulisto-
Basuki, 1993, 44).
Kecilnya kesempatan kerja
bagi lulusan program
pendidikan perpustakaan,
status pustakawan yang
rendah di mata masyarakat
dan juga gaji pustakawan
yang kecil
membuat mahasiswa
enggan untuk mengambil
program ini (sulistyo-Basuki
1993, 44).
Kurangnya koordinasi antar
program pendidikan
perpustakaan di Indonesia
menyebabkan penetapan
standar pendidikan sulit
dilakukan, dan hingga saat ini
Ikatan Pustakawan Indonesia
tidak mempunyai otoritas
untuk memberikan
akreditasi program
pendidikan perpustakaan di
Indonesia (Sulistyo-Basuki,
1993, 44). Lebih dari itu,
program-program yang
berusaha merespon
kebutuhan informasi dengan
menawarkan matakuliah
yang lebih modern menemui
kenyataan bahwa kurikulum
pendidikan perpustakaan
yang ada belum dirancang
secara baik (Zain, 2001).
Dibutuhkan pembaruan
kurikulum jika ingin
keberhasilan program-
program ini sebanding
dengan apa yang telah
dicapai di negara-negara lain.
Masalah ini perlu segera
diatasi sebab akan
membantu dalam
memecahkan problem-
problem yang lain. Jika
kurikulum pendidikan telah
dirancang dengan baik, staf
fakultas dapat menentukan
langkah selanjutnya untuk
menjalankan program,
seperti berapa banyak staf
fakultas yang dibutuhkan
dan apa saja fasilitas
pendidikan yang dibutuhkan
untuk mendukung penerapan
kurikulum tersebut. Untuk
merancang kurikulum yang
dapat memenuhi kebutuhan
masayarakat kota dan desa
membutuhkan perencanaan
yang didasarkan pada apa
yang terjadi secara luas saat
ini. Perlu dilakukan evaluasi
atas kurikulum pendidikan
perpustakaan yang dipakai
saat ini. Apakah lulusan
program ini tidak mengalami
kesulitan dalam
menyesuaikan pengetahuan
dan keterampilan yang
mereka peroleh di sekolah
dengan kebutuhan-
kebutuhan di tempat kerja
baik di desa maupun di kota?
Kompetensi seperti apakah
yang dibutuhkan untuk
menjadi pustkawan yang
siap bekerja di ketiga jenis
perpustakaan yang ada di
Indonesia? Kompetensi ini
tercermin pada terpenuhinya
standar kualifikasi yang
diharapkan untuk jenis
perpustakaan tertentu dan
dapat ditunjukkannya
keterampilan dan
kemampuan oleh mereka
yang mempunyai kulaifikasi
tersebut. Penelitian
mengenai masalah ini perlu
dilakukan agar dapat
menentukan standard
kompetensi tingkat nasional.
REFERENSI
Rees-Potter, L. (2002) “A
Model for Library Education
Program at IAIN's ” 6
September 2002.
Sjahrial, Rusina (1975) "An
evaluation of library
education and training in
Indonesia" papers and
proceedings of the Second
Conference of An evaluation
of library education and
training in Indonesia.
Southeast Asian Librarians
held at the University of the
Philippines, Quezon City,
December 10-14, 1973,
edited by M.G. Dayrit, N.P.
Hidalgo. Quezon City,
University of the Philippines
Library. pp. 84-89
Sulistyo-Basuki (2001)
“ Library Education in
Indonesia: Lesson Learned”
a paper presented in
Benchmarking Curriculum for
Library Education in
Indonesia, Bogor, May 10,
2001.
Sulistyo-Basuki (1993)
"Library Education and
Training in Indonesia". Asian
Libraries, December 1993, p.
41-48.
Sulistyo-Basuki (1991)
Pengantar Ilmu
Perpustakaan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama,
1991, p. 180.
Vreede-de Stuers, C. (1953)
"The First Library School in
Indonesia", UNESCO Bulletin
for Libraries, vol. 7, no. 8/9,
p. 99.
Zain, Labibah. (2001).
“ Library education in
Indonesia: Problems and
alternative solutions ”.
Paper yang dipresentasikan
Southeast Asian Conference
of Education (SEC/ASS 2001)
at University of Tennessee
on 18-21 January 2002
Zain, Labibah (2000)
“ Teknologi Informasi dan
Pendidikan Perpustakaan di
Indonesia (Sebuah Tawaran
Dalam Pengembangan
Kurrikulum )” Media
Informasi, vol 13. no 6, pp.
1-7.
Zen, Zulfikar, “Kilas Balik 40
Pendidikan Perpustakaan di
Indonesia 1952-1992 ”
dalam Kepustakawanan
Indonesia: Potensi dan
Tantangan. Jakarta: Kesaint
Blanc, 1992, p. 3-24.

No comments:

Post a Comment

like