Friday, January 28, 2011

Khadijah Binti Khuwailid

Beliau adalah seorang
sayyidah wanita sedunia
pada zamannya. Dia adalah
putri dari Khuwailid bin Asad
bin Abdul Uzza bin Qushai bin
Kilab al-Qurasyiyah al-
Asadiyah. Dijuluki ath-
Thahirah yakni yang bersih
dan suci. Sayyidah Quraisy ini
dilahirkan di rumah yang
mulia dan terhormat kira-
kira 15 tahun sebelum tahun
fill (tahun gajah). Beliau
tumbuh dalam lingkungan
keluarga yang mulia dan
pada gilirannya beliau
menjadi seorang wanita
yang cerdas dan agung.
Beliau dikenal sebagai
seorang yang teguh dan
cerdik dan memiliki perangai
yang luhur. Karena itulah
banyak laki-laki dari
kaumnya menaruh simpati
kepadanya.
Pada mulanya beliau dinikahi
oleh Abu Halah bin Zurarah
at-Tamimi yang
membuahkan dua orang
anak yang bernama Halah
dan Hindun.Tatkala Abu Halah
wafat, beliau dinikahi oleh
Atiq bin ‘A’id bin Abdullah
al-Makhzumi hingga
beberapa waktu lamanya
namun akhirnya mereka
cerai.
Setelah itu banyak dari para
pemuka-pemuka Quraisy
yang menginginkan beliau
tetapi beliau
memprioritaskan
perhatiannya dalam
mendidik putra-putrinya,
juga sibuk mengurusi
perniagaan yang mana beliau
menjadi seorang yang kaya
raya. Suatu ketika, beliau
mencari orang yang dapat
menjual dagangannya, maka
tatkala beliau mendengar
tentang Muhammad sebelum
bi ’tsah (diangkat menjadi
Nabi), yang memiliki sifat
jujur, amanah dan berakhlak
mulia, maka beliau meminta
kepada Muhammad untuk
menjualkan dagangannya
bersama seorang
pembantunya yang bernama
Maisarah. Beliau memberikan
barang dagangan kepada
Muhammad melebihi dari apa
yang dibawa oleh selainnya.
Muhammad al-Amin pun
menyetujuinya dan
berangkatlah beliau bersama
Maisarah dan Allah
menjadikan perdagangannya
tersebut menghasilkan laba
yang banyak. Khadijah
merasa gembira dengan hasil
yang banyak tersebut
karena usaha dari
Muhammad, akan tetapi
ketakjubannya terhadap
kepribadian Muhammad lebih
besar dan lebih mendalam
dari semua itu. Maka
mulailah muncul perasaan-
perasaan aneh yang berbaur
dibenaknya, yang belum
pernah beliau rasakan
sebelumnya. Pemuda ini
tidak sebagamana
kebanyakan laki-laki lain dan
perasaan-perasaan yang
lain.
Akan tetapi dia merasa
pesimis; mungkinkah
pemuda tersebut mau
menikahinya, mengingat
umurnya sudah mencapai 40
tahun? Apa nanti kata orang
karena ia telah menutup
pintu bagi para pemuka
Quraisy yang melamarnya?
Maka disaat dia bingung dan
gelisah karena problem yang
menggelayuti pikirannya,
tiba-tiba muncullah seorang
temannya yang bernama
Nafisah binti Munabbih,
selanjutnya dia ikut duduk
dan berdialog hingga
kecerdikan Nafisah mampu
menyibak rahasia yang
disembuyikan oleh Khodijah
tentang problem yang
dihadapi dalam
kehidupannya. Nafisah
membesarkan hati Khadijah
dan menenangkan
perasaannya dengan
mengatakan bahwa Khadijah
adalah seorang wanita yang
memiliki martabat,
keturunan orang terhormat,
memiliki harta dan berparas
cantik.Terbukti dengan
banyaknya para pemuka
Quraisy yang melamarnya.
Selanjutnya, tatkala Nafisah
keluar dari rumah Khadijah,
dia langsung menemui
Muhammad al-Amin hingga
terjadilah dialog yang
menunjukan kelihaian dan
kecerdikannya:
Nafisah : Apakah yang
menghalangimu untuk
menikah wahai Muhammad?
Muhammad : Aku tidak
memiliki apa-apa untuk
menikah .
Nafisah : (Dengan tersenyum
berkata) Jika aku pilihkan
untukmu seorang wanita
yang kaya raya, cantik dan
berkecukupan, maka apakah
kamu mau menerimanya?
Muhammad : Siapa dia ?
Nafisah : (Dengan cepat dia
menjawab) Dia adalah
Khadijah binti Khuwailid
Muhammad : Jika dia setuju
maka akupun setuju.
Nafisah pergi menemui
Khadijah untuk
menyampaikan kabar
gembira tersebut, sedangkan
Muhammad al-Amin
memberitahukan kepada
paman-paman beliau
tentang keinginannya untuk
menikahi sayyidah Khadijah.
Kemudian berangkatlah Abu
Tholib, Hamzah dan yang lain
menemui paman Khadijah
yang bernama Amru bin Asad
untuk melamar Khadijah bagi
putra saudaranya, dan
selanjutnya menyerahkan
mahar.
Setelah usai akad nikah,
disembelihlah beberapa ekor
hewan kemudian dibagikan
kepada orang-orang fakir.
Khadijah membuka pintu
bagi keluarga dan handai
taulan dan diantara mereka
terdapat Halimah as-
Sa ’diyah yang datang
untuk menyaksikan
pernikahan anak susuannya.
Setelah itu dia kembali ke
kampungnya dengan
membawa 40 ekor kambing
sebagai hadiah perkawinan
yang mulia dari Khadijah,
karena dahulu dia telah
menyusui Muhammad yang
sekarang menjadi suami
tercinta.
Maka jadilah Sayyidah
Quraisy sebagai istri dari
Muhammad al-Amin dan
jadilah dirinya sebagai
contoh yang paling utama
dan paling baik dalam hal
mencintai suami dan
mengutamakan kepentingan
suami dari pada kepentingan
sendiri. Manakala
Muhammad mengharapkan
Zaid bin Haritsah, maka
dihadiahkanlah oleh Khadijah
kepada Muhammad.
Demikian juga tatkala
Muhammad ingin mengembil
salah seorang dari putra
pamannya, Abu Tholib, maka
Khadijah menyediakan suatu
ruangan bagi Ali bin Abi Tholib
radhiallâhu ‘anhu agar dia
dapat mencontoh akhlak
suaminya, Muhammad
Shallallahu ‘alaihi
wasallam .
Allah memberikan karunia
pada rumah tangga tersebut
berupa kebehagaian dan
nikmat yang berlimpah, dan
mengkaruniakan pada
keduanya putra-putri yang
bernama al-Qasim, Abdullah,
Zainab, Ruqqayah, Ummi
Kalsum dan Fatimah.
Kemudian Allah Ta’ala
menjadikan Muhammad al-
Amin ash-Shiddiq menyukai
Khalwat (menyendiri),
bahkan tiada suatu aktifitas
yang lebih ia sukai dari pada
menyendiri. Beliau
menggunakan waktunya
untuk beribadah kepada
Allah di Gua Hira ’ sebulan
penuh pada setiap tahunnya.
Beliau tinggal didalamnya
beberapa malam dengan
bekal yang sedikit jauh dari
perbuatan sia-sia yang
dilakukan oleh orang-orang
Makkah yakni menyembah
berhala dan lain –lain.
Sayyidah ath-Thahirah tidak
merasa tertekan dengan
tindakan Muhammad yang
terkadang harus berpisah
jauh darinya, tidak pula
beliau mengusir
kegalauannya dengan
banyak pertanyaan maupun
mengobrol yang tidak
berguna, bahkan beliau
mencurahkan segala
kemampuannya untuk
membantu suaminya dengan
cara menjaga dan
menyelesaikan tugas yang
harus dia kerjakan dirumah.
Apabila dia melihat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam
pergi ke gua, kedua matanya
senantiasa mengikuti
suaminya terkasih dari jauh.
Bahkan dia juga menyuruh
orang-orang untuk menjaga
beliau tanpa mengganggu
suaminya yang sedang
menyendiri.
Rasulullah Shallallahu
‘ alaihi wasallam tinggal di
dalam gua tersebut hingga
batas waktu yang Allah
kehendaki, kemudian
datanglah Jibril dengan
membawa kemuliaan dari
Allah sedangkan beliau di
dalam gua Hira’ pada bulan
Ramadhan. Jibril datang
dengan membawa
wahyu.Selanjutnya beliay
Nabi Saw keluar dari gua
menuju rumah beliau dalam
kegelapan fajar dalam
keadaaan takut, khawatir
dan menggigil seraya
berkata: “Selimutilah aku
….selimutilah aku …”.
Setelah Khadijah meminta
keterangan perihal peristiwa
yang menimpa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau
menjawab: ”Wahai Khadijah
sesungguhnya aku khawatir
terhadap diriku ”.
Maka Istri yang dicintainya
dan yang cerdas itu
menghiburnya dengan
percaya diri dan penuh
keyakinan berkata: “Allah
akan menjaga kita wahai
Abu Qasim, bergembiralah
wahai putra pamanku dan
teguhkanlah hatimu. Demi
yang jiwaku ada ditangan-
Nya, sugguh aku berharap
agar anda menjadi Nabi bagi
umat ini. Demi Allah, Dia tidak
akan menghinakanmu
selamanya, sesungguhnya
anda telah menyambung
silaturahmi, memikul beban
orang yang memerlukan,
memuliakan tamu dan
menolong para pelaku
kebenaran.
Maka menjadi tentramlah
hati Nabi berkat dukungan ini
dan kembalilah ketenangan
beliau karena pembenaran
dari istrinya dan
keimanannya terhadap apa
yang beliau bawa.
Namun hal itu belum cukup
bagi seorang istri yang
cerdas dan bijaksana,
bahkan beliau dengan segera
pergi menemui putra
pamannya yang bernama
waraqah bin Naufal,
kemudian beliau ceritakan
perihal yang terjadi pada
Muhammad Shallallahu
‘ alaihi wasallam . Maka
tiada ucapan yang keluar
dari mulutnya selain
perkataan:
“ Qudus….Qudus…..Demi
yang jiwa Waraqah ada
ditangan-Nya, jika apa yang
engkau ceritakan kepadaku
benar,maka sungguh telah
datang kepadanya Namus Al-
Kubra sebagaimana yang
telah datang kepada Musa
dan Isa, dan Nuh alaihi sallam
secara langsung.Tatkala
melihat kedatangan Nabi,
sekonyong-konyong
Waraqah berkata: “Demi
yang jiwaku ada ditangan-
Nya, Sesungguhnya engkau
adalah seorang Nabi bagi
umat ini, pastilah mereka
akan mendustakan dirimu,
menyakiti dirimu, mengusir
dirimu dan akan
memerangimu. Seandainya
aku masih menemui hari itu
sungguh aku akan menolong
dien Allah “. Kemudian ia
mendekat kepada Nabi dan
mencium ubun-ubunnya.
Maka Nabi Shallallahu
‘ alaihi wasallam bersabda:
” Apakah mereka akan
mengusirku?”. Waraqah
menjawab: “Betul, tiada
seorang pun yang membawa
sebagaimana yang engkau
bawa melainkan pasti ada
yang menentangnya. Kalau
saja aku masih mendapatkan
masa itu …kalau saja aku
masih hidup…”. Tidak
beberapa lama kemudian
Waraqah wafat.
Menjadi tenanglah jiwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam
tatkala mendengar
penuturan Waraqah, dan
beliau mengetahui bahwa
akan ada kendala-kendala di
saat permulaan berdakwah,
banyak rintangan dan beban.
Beliau juga menyadari
bahwa itu adalah sunnatullah
bagi para Nabi dan orang-
orang yang mendakwahkan
dien Allah. Maka beliau
menapaki jalan dakwah
dengan ikhlas semata-mata
karena Allah Rabbul Alamin,
dan beliau mendapatkan
banyak gangguan dan
intimidasi.
Adapun Khadijah adalah
seorang yang pertama kali
beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan yang pertama
kali masuk Islam.
Beliau adalah seorang istri
Nabi yang mencintai
suaminya dan juga beriman,
berdiri mendampingi Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam
yang dicintainya untuk
menolong, menguatkan dan
membantunya serta
menolong beliau dalam
menghadapi kerasnya
gangguan dan ancaman
sehingga dengan hal itulah
Allah meringankan beban
Nabi-Nya.Tidaklah beliau
mendapatkan sesuatu yang
tidak disukai, baik penolakan
maupun pendustaan yang
menyedihkan beliau
Shallallahu ‘alaihi wasallam
kecuali Allah
melapangkannya melalui
istrinya bila beliau kembali
ke rumahnya. Beliau
(Khadijah) meneguhkan
pendiriannya, menghiburnya,
membenarkannya dan
mengingatkan tidak
berartinya celaan manusia
pada beliau Shallallahu
‘ alaihi wasallam. Dan ayat-
ayat Al-Qur’an juga
mengikuti (meneguhkan
Rasulullah), Firman-Nya:
“Hai orang-orang yang
berkemul (berselimut),
bangunlah, lalu berilah
peringatan! Dan Rabb-Mu
agungkanlah, dan pakaianmu
bersihkanlah, dan perbuatan
dosa tinggalkanlah, dan
janganlah kamu memberi
(dengan maksud)
memperoleh (belasan) yang
lebih banyak. Dan untuk
(memenuhi perintah) Rabb-
Mu, bersabarlah !”(Al-
Muddatstsir:1-7).
Sehingga sejak saat itu
Rasulullah yang mulia
memulai lembaran hidup
baru yang penuh barakah
dan bersusah payah. Beliau
katakan kepada sang istri
yang beriman bahwa masa
untuk tidur dan bersenang-
senang sudah habis. Khadijah
radhiallâhu ‘anha turut
mendakwahkan Islam
disamping suaminya -
semoga shalawat dan salam
terlimpahkan kepada beliau.
Diantara buah yang pertama
adalah Islamnya Zaid bin
Haritsah dan juga keempat
putrinya semoga Allah
meridhai mereka seluruhnya.
Mulailah ujian yang keras
menimpa kaum muslimin
dengan berbagai macam
bentuknya,akan tetapi
Khadijah berdiri kokoh bak
sebuah gunung yang tegar
kokoh dan kuat. Beliau
wujudkan Firman Allah
Ta ’ala:
“Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka
dibiarkan (saja) mengatakan:
‘ Kami telah beriman’ ,
sedangkan mereka tidak
diuji lagi ?” .
(Al-’Ankabut:1-2).
Allah memilih kedua
putranya yang pertama
Abdullah dan al-Qasim untuk
menghadap Allah tatkala
keduanya masih kanak-
kanak, sedangkan Khadijah
tetap bersabar. Beliau juga
melihat dengan mata
kepalanya bagaimana
syahidah pertama dalam
Islam yang bernama
Sumayyah tatkala
menghadapi sakaratul maut
karena siksaan para thaghut
hingga jiwanya menghadap
sang pencipta dengan penuh
kemuliaan.
Beliau juga harus berpisah
dengan putri dan buah
hatinya yang bernama
Ruqayyah istri dari Utsman
bin Affan radhiallâhu ‘anhu
karena putrinya hijrah ke
negeri Habsyah untuk
menyelamatkan diennya dari
gangguan orang-orang
musyrik. Beliau saksikan dari
waktu ke waktu yang penuh
dengan kejadian besar dan
permusuhan. Akan tetapi
tidak ada kata putus asa bagi
seorang Mujahidah. Beliau
laksanakan setiap saat apa
yang difirmankan Allah
Ta ’ala :
“Kamu sungguh-sungguh
akan duji terhadap hartamu
dan dirimu. Dan (juga) kamu
sungguh-sungguh akan
mendengar dari orang-orang
yang diberikan kitab sebelum
kamu dan dari orang-orang
yang mempersekutukan
Allah, ganguan yang banyak
yang menyakitkan hati. Jika
kamu bersabar dan
bertakwa, maka
sesungguhnya yang
demikian itu termasuk
urusan yang di utamakan “.
(Ali Imran:186).
Sebelumnya, beliau juga
telah menyaksikan seluruh
kejadian yang menimpa
suaminya al-Amin ash-
Shiddiq yang mana beliau
berdakwah di jalan Allah,
namun beliau menghadapi
segala musibah dengan
kesabaran. Semakin
bertambah berat ujian
semakin bertambahlah
kesabaran dan kekuatannya.
Beliau campakkan seluruh
bujukan kesanangan dunia
yang menipu yang hendak
ditawarkan dengan
aqidahnya. Dan pada saat-
saat itu beliau bersumpah
dengan sumpah yang
menunjukkan keteguhan
dalam memantapkan
kebenaran yang belum
pernah dikenal orang
sebelumnya dan tidak
bergeming dari prinsipnya
walau selangkah semut.
Beliau bersabda: “Demi
Allah wahai paman!
seandainya mereka mampu
meletakkan matahari di
tangan kananku dan bulan di
tangan kiriku agar aku
meninggalkan urusan
dakwah ini, maka sekali-kali
aku tidak akan
meninggalkannya hingga
Allah memenangkannya atau
aku yang binasa
karenannya ”.
Begitulah Sayyidah
mujahidah tersebut telah
mengambil suaminya
Rasulullah Shallallahu
‘ alaihi wasallam sebagai
contoh yang paling agung
dan tanda yang paling nyata
tentang keteguhan diatas
iman. Oleh karena itu, kita
mendapatkan tatkala orang-
orang Quraisy
mengumumkan pemboikotan
mereka terhadap kaum
muslimin untuk menekan
dalam bidang politik,
ekonomi dan
kemasyarakatan dan
mereka tulis naskah
pemboikotan tersebut
kemudian mereka tempel
pada dinding ka ’bah;
Khadijah tidak ragu untuk
bergabung dengan kaum
muslimin bersama kaum Abu
Thalib dan beliau tinggalkan
kampung halamannya untuk
menempa kesabaran selama
tiga tahun bersama Rasul
dan orang-orang yang
menyertai beliau
menghadapi beratnya
pemboikotan yang penuh
dengan kesusahan dan
menghadapi kesewenang-
wenangan para penyembah
berhala. Hingga berakhirlah
pemboikotan yang telah
beliau hadapi dengan iman,
tulus dan tekad baja tak
kenal lelah. Sungguh
Sayyidah Khadijah telah
mencurahkan segala
kemampuannya untuk
menghadapi ujian tersebut di
usia 65 tahun. Selang enam
bulan setelah berakhirnya
pemboikotan itu wafatlah
Abu Thalib, kemudian
menyusul seorang mujahidah
yang sabar -semoga Allah
meridhai beliau- tiga tahun
sebelum hijrah.
Dengan wafatnya Khadijah
maka meningkatlah musibah
yang Rasul hadapi. Karena
bagi Rasulullah Shallallahu
‘ alaihi wasallam, Khadijah
adalah teman yang tulus
dalam memperjuangkan
Islam.
Begitulah Nafsul
Muthmainnah telah pergi
menghadap Rabbnya setelah
sampai pada waktu yang
telah ditetapkan, setelah
beliau berhasil menjadi
teladan terbaik dan paling
tulus dalam berdakwah di
jalan Allah dan berjihad
dijalan-Nya. Dalalm
hubungannya, beliau menjadi
seorang istri yang bijaksana,
maka beliau mampu
meletakkan urusan sesuai
dengan tempatnya dan
mencurahkan segala
kemamapuan untuk
mendatangkan keridhaan
Allah dan Rasul-Nya. Karena
itulah beliau berhak
mendapat salam dari Rabb-
nya dan mendapat kabar
gembira dengan rumah di
surga yang terbuat dari
emas, tidak ada kesusahan
didalamnya dan tidak ada
pula keributan didalamnya.
Karena itu pula Rasulullah
bersabda: “Sebaik-baik
wanita adalah Maryam binti
Imran, sebaik-baik wanita
adalah Khadijah binti
Khuwailid ”.
Ya Allah ridhailah Khadijah
binti Khuwailid, As-Sayyidah
Ath-Thahirah. Seorang istri
yang setia dan tulus,
mukminah mujahidah di jalan
diennya dengan seluruh apa
yang dimilikinya dari
perbendaharaan dunia.
Semoga Allah memberikan
balasan yang paling baik
karena jasa-jasanya
terhadap Islam dan kaum
muslimin.

No comments:

Post a Comment

like